Rachel Vennya terus menjadi sorotan usai dirinya ketahuan kabur dari Karantina saat tiba di Indonesia dari Amerika Serikat. Kabar kaburnya, Rachel Vennya dari Wisma Atlet, Jakarta didapatkan dari unggahan di akun Instagram @playitsafebaby.
Baca Juga: Rachel Vennya Bakal Diperiksa Polda Metro Jaya 21 Oktober Terkait Kasus Kabur dari Wisma Atlet
Akui Tidak Karantina Setelah Pulang dari Amerika
Saat menjadi bintang tamu di kanal YouTube Boy William, Selebgram Rachel Vennya mengaky tak menjalani karantina mandiri seperti sebagaimana seharusnya setelah pulang dari Amerika Serikat pada September lalu.
"Lo pulang dari Amerika dan elo enggak karantina?" tanya Boy William.
"Betul. Aku pulang dari Amerika dan aku enggak menjalani karantina seperti yang seharusnya pemerintah anjurkan," jawab Rachel Vennya.
Mengaku Salah dan Alasan Ingin Bertemu Anak
Lebih lanjut dia mengungkap bahwa sama sekali tak berniat untuk melakukan pembelaan apa pun.
"Perlakuan aku ini salah dan enggak ada pembenaran sama sekali. Alasan aku juga enggak bisa dibenarkan sama sekali. Alasan aku juga enggak bisa diterima," ujar Rachel Vennya.
"Alasan aku adalah karena pengin ketemu sama anak-anak, tapi itu bukan alasan yang tepat. Terlalu berpikir pendek juga sih," imbuhnya.
Baca Juga: Kabur Karantina, Rachel Vennya Ternyata Dibantu TNI, Terancam Hukuman 1 Tahun Penjara
Meminta Maaf
Kemudian Rachel Vennya kembali mengucapkan permintaan maaf. Karena tidak sepatutnya dia kabur dari karantina hanya karena ingin bertemu anak-anak.
"Aku minta maaf apa pun itu alasannya. Mau aku bilang kangen sama anak-anak, aku enggak mau itu dijadiin pembenaran. Tapi saat itu kenyataannya memang seperti itu," pungkasnya.
Baca Juga: Rachel Vennya Diduga Kabur dari Karantina Wisma Atlet, Hingga Satu Kamar dengan Salim Nauderer
Terancam Hukuman 1 Tahun Penjara dan Denda 100 Juta
Jika terbukti benar, maka Rachel Vennya terancam pidana 1 tahun penjara, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan.
Merujuk pada aturan karantina terbaru yang tertuang dalam SE Nomor 18 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi COVID-19 oleh Satgas COVID-19, seluruh pelaku perjalanan internasional, baik warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA), harus menjalani aturan sebagai berikut:
Penumpang baik WNI dan WNA dari luar negeri harus menunjukkan hasil negatif melalui tes PCR dari negara asal keberangkatan yang pengambilan sampelnya dilakukan dalam kurun waktu maksimal 3×24 jam sebelum keberangkatan dan dilampirkan pada saat pemeriksaan kesehatan serta mengisi e-HAC Internasional Indonesia melalui aplikasi PeduliLindungi atau secara manual pada negara asal keberangkatan.
Pada saat kedatangan, dilakukan tes ulang RT PCR bagi penumpang WNI dan WNA dari luar negeri dan diwajibkan menjalani karantina selama 8×24 jam.
Bagi WNI yang merupakan PMI, pelajar/mahasiswa, atau pegawai pemerintah yang kembali dari perjalanan dinas luar negeri, biaya karantina/perawatan ditanggung pemerintah. Sementara bagi penumpang WNI di luar kriteria tersebut serta bagi WNA, termasuk diplomat asing, di luar kepala perwakilan asing dan keluarga kepala perwakilan asing, menjalani karantina/perawatan dengan biaya seluruhnya ditanggung mandiri.
Penumpang WNI dan WNA melakukan tes ulang RT-PCR pada hari ke-7 (ketujuh) karantina.
Jika hasil negatif, maka WNI/WNA diperkenankan melanjutkan perjalanan dan disarankan untuk melakukan karantina mandiri selama 14 hari serta menerapkan protokol kesehatan.
Instansi berwenang (Kementerian/Lembaga, TNI, Polri, dan Pemerintah Daerah) melaksanakan pendisiplinan protokol kesehatan COVID-19 dan penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan sanksi pelanggar aturan karantina kesehatan tertuang dalam Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan. Begini bunyi pasalnya:
Pasal 93
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).