Parang Topat adalah sebuah tradisi unik lebaran dari masyarakat di Lombok. Tradisi ini lahir di sekitar 1500-an saat agama Hindu dan Islam menyebarkan agama di Pulau Lombok.
Diceritakan, konon di Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, kedatangan seorang wali dari Demak-Jawa Tengah bernama Raden Sumilir guna menyebarkan Agama Islam. Tidak berselang waktu yang lama, Agama Hindu juga mulai menyebar di daerah Lingsar.
Dengan kondisi dua agama yang saling menyebarkan keyakinannya masing-masing, timbullah konflik dan menimbulkan perang yang disebut Perang Topat. Namun indahnya, kedua agama mentrasformasikan potensi konflik tersebut ke dalam bentuk tradisi Perang Topat.
Tradisi ini, memiliki toleransi antar dua umat beragama. Selain Parang Topat, ada juga tradisi Pujawali yang sama-sama menghadirkan pluralisme yang kuat antara Islam dan Hindu.
Hingga saat ini, tradisi Perang Topat masih dijaga hingga turun temurun di Desa Lingsar, Lombok Barat. Ritual tahunan ini dilakukan dengan cara warga masyarakat Islam maupun Hindu, saling melempar menggunakan Topat (ketupat kecil).
Baca juga: Permintaah Maaf Kapolri Soal Larangan Mudik Idul Fitri 1442 H
Menurut kepercayaan mereka, topat yang mereka dapat dalam ritual tersebut dapat membawa keberkahan dan kesuburan baik tanaman buah ataupun sawah. Tidak hanya saat lebaran, tradisi Perang Topat dilaksanakan pada bulan Purnama Sasih ke Pituq menurut kalender Sasak.
Sebagian masyarakat Lingsar juga menyakini bahwa tradisi ini menjadi upacara penurunan hujan. Dan juga ada yang menjadikan ritual ini sebagai wujud rasa syukur atas keberkahan dalam setahun