Inggris akhirnya masuk ke dalam jurang resesi. Ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi Inggris pada kuartal II 2020 yang minus hingga 20,4%, dan kuartal I 2020 minus 2,2%. Kondisi ini menyebabkan Inggris mengalami resesi ekonomi.
Terkait penyebabnya, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengungkapkan saat ini memang seluruh dunia sedang mengalami pandemi yang merata.
Sebelumnya hanya satu negara yang diserang oleh COVID-19 namun seluruh dunia merespon dengan melakukan lockdown atau semi lockdown untuk mencegah penyebaran virus ini.
Dia mengungkapkan saat ini banyak orang yang hanya melakukan belanja untuk kebutuhan survival bukan untuk kebutuhan hiburan. "Konsumsi juga terbatas kan, apalagi tidak ada kegiatan lain yang bisa untuk keluar rumah, ke restoran, ke pertunjukan tempat rekreasi sampai hotel. Itu semua dibatasi dengan ketat," jelas dia.
Baca Juga: Terkait Corona, Selama Sebulan 49 Pegawai Kemenkes Positif Corona, Beberapa Diantaranya Sembuh
Inggris adalah negara yang basic pertumbuhan ekonominya digerakkan oleh non makanan, sehingga ketika seluruh kegiatan berhenti maka akan mengakibatkan kontraksi ekonomi yang besar.
"Inggris menggantungkan kehidupan ekonominya dari kegiatan ekspor impor dan investasi. Karena itu sensitif ketika lingkungan ada pembatasan," kata dia.
Dengan kondisi pandemi yang belum tuntas dan belum bisa diprediksi kapan selesai. Maka pemulihan di negara-negara yang mengalami resesi ini bisa lebih lama dari perkiraan.
Berdampakkah ke Indonesia?
Resesi Inggris tidak akan berdampak besar pada Indonesia. Hal ini karena Inggris bukanlah negara mitra dagang terbesar dengan RI.
"Kalau ke Indonesia itu relatif kecil, karena dia tidak masuk ke 10 negara mitra dagang Indonesia. Baik dari sisi perdagangan maupun investasi," kata dia.
Inggris juga bukan negara pembeli surat berharga negara (SBN) yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia. Kemudian di sektor pariwisata juga bukan termasuk yang tertinggi.
Inggris saat ini lebih bermitra dengan China, contohnya persetujuan perjanjian dagang dengan China cukup besar termasuk dengan teknologi 5G.
Kinerja perekonomian Inggris pada 2020 diramal masih akan mengalami tekanan yang kuat. Bahkan bank sentral Inggris memproyeksi jika ekonomi Inggris secara tahunan terkontraksi 9,5%
Sumber: CNN, Detik, Kompas