Gedung RRI di Jalan Pemuda No 82-90, Genteng, Embong Kaliasin, Genteng, Kota Surabaya, Jawa Timur menyimpan kisah pejuang Indonesia menghancurkan Pasukan Gurkha.
Pada saat itu, Pascamendarat di Pelabuhan Tanjung Perak pada 25 Oktober 1945, pasukan sekutu menduduki beberapa kantor pelayanan publik. Di antaranya adalah RRI.
Baca Juga:
Kisah Seram Sayuto, Menebas Leher dan Minum Darah Tentara Jepang
Cerita Nenek Rusmina Membantai Penjajah saat di Medan Perang
Kisah Mistis Komandan Hanandjoeddin Mengusir Pasukan Gaib dari Jembatan Tua yang Ingin Diledakkan
Saat itu, sistem komunikasi belum secanggih sekarang. Peranan radio dalam menyebarluaskan informasi begitu berperan besar pada era itu. Ditambah lagi, kondisi saat itu sedang berperang melawan sekutu. Berdasarkan pertimbangan tersebut Inggris membidik RRI.
Pendiri Komunitas Roodebrug Soerabaia bernama Ady Setyawan mengatakan, waktu itu caranya mengorganisir orang untuk bergeser ke lokasi pertempuran dan lainnya itu infonya dari radio semua. Hingga akhirnya RRI berhasil dikuasai Inggris.
Dalam artikelnya di laman Roodebrug Soerabaia, Ady mengulas kejadian di RRI ini berdasarkan memoar Ruslan Abdulgani. Di sana diceritakan, RRI mulai diduduki Inggris melalui pasukan Gurkhanya pada siang hari tanggal 28 Oktober 1945.
Pasukan Gurkha yang datang ke gedung RRI kurang lebih berjumlah 35 orang bersama dengan komandannya orang Inggris.
Ketika itu, RRI selalu memutar lagu kebangsaan Indonesia raya pada pembukaan dan penutupan siaran. Dan, menurut cerita Ruslan itu, meski RRI diduduki Inggris, siaran RRI tetap berjalan.
Hingga akhirnya arek Surabaya yang berada di sekitar gedung RRI. Pasukan yang berada di gedung RRI melakukan penembakan terhadap orang-orang yang lewat di depan gedung itu. Perbuatan itu pun kemudian menghadirkan bentrokan. Namun karena rakyat yang mengepung gedung itu tak memiliki senjata yang mumpuni, mereka akhirnya menghubungi markas PRI, Polisi Istimewa, dan lainnya untuk meminta bantuan.
Bentrokan di RRI berlangsung hingga keesokan harinya. Pada Senin pagi, 29 Oktober 1945, tembak-menembak di sana kembali ramai. Polisi Istimewa mengirimkan kendaraan panser dari markasnya lengkap dengan senjata dan tiga orang penumpangnya, Luwito, Wagimin, dan Sutrisno.
Setelah mendekat ke lokasi bentrokan dengan hati-hati, panser itu kemudan menembakan senjata mesinnya ke arah jendela tempat pasukan Gurkha mengintai dan menembak. Tapi, ternyata mereka masih dapat membalas tembakan itu.
Hingga akhirnya Wagimin dan kawan-kawannya memutuskan untuk membuka dan melemparkan jerigen bensin cadangan yang ada di dalam panser ke lantai gedung. Setelah melemparkan jerigen, Wagimin segera memindahkan pansernya yang berada di bagian depan gedung dan kemudian sebuah granat dilempar ke gedung RRI.
Baca Juga:
Kisah Pejuang Aceh Nyamar jadi Hantu untuk Mengintai dan Membuat Prajurit Belanda Ketakutan
Merinding! Begini Kisah Mistis Salah Satu Warga Kalimantan yang Rumahnya Diteror Hantu Kuyang
Setelah granat meledak, api kemudian menyala. Gedung RRI terbakar hebat kala itu. Pasukan Gurkha yang berada di dalam pun akhirnya keluar dan mengangkat tangannya. Tapi, rakyat Surabaya yang ada di sana sudah marah bukan kepalang rekan seperjuangannya mati ditembaki. Pasukan Gurkha yang menyerah tadi pun dihabisi oleh rakyat saat itu. Semua pasukan Gurkha yang menduduki gedung RRI itu tewas.
Rangkuman dari kisah itu kini terdapat di bagian halaman depan gedung RRI yang sudah kembali dibangun dan diberi cat berwarna dominan biru. Di sebuah tugu yang menandakan lokasi itu menjadi lokasi bersejarah dalam peristiwa 10 November 1945.
Sumber: Republika