Kisah Pejuang Aceh Nyamar jadi Hantu untuk Mengintai dan Membuat Prajurit Belanda Ketakutan

Kisah Pejuang Aceh Nyamar jadi Hantu untuk Mengintai dan Membuat Prajurit Belanda Ketakutan

Ekel Suranta Sembiring
2020-08-08 15:31:13
Kisah Pejuang Aceh Nyamar jadi Hantu untuk Mengintai dan Membuat Prajurit Belanda Ketakutan
Ilustrasi (foto: jamape)

Pada masa perang pejuang Aceh dengan pihak Belanda meyimpan berbagai kisah, salah satunya kisah sesosok hantu yang suka muncul di kuburan di dekat sebuah benteng tidak jauh dari Kota Radja, yang kini bernama Banda Aceh.

Diketahui, kisah ini ditulis oleh Letnan H Aars, dalam sebuah buku berjudul Tjerita-Tjerita Dari Negeri Atjee, yang diangkatnya berdasarkan cerita Letnan JP Schoemaker, seorang pengarang asal Belanda yang menulis buku Hikajat Prang di Edi.

Baca Juga:

Merinding! Begini Kisah Mistis Salah Satu Warga Kalimantan yang Rumahnya Diteror Hantu Kuyang

Kisah Mistis Warga Kalteng Ketemu Hantu Suluh Berjarak 20 Meter dari Mereka

Kisah Mistis Pendaki asal Jepang Tersesat di Gunung Sibayak, Mengaku Masuk ke Kampung Gaib Kaki Terbalik dan Bertubuh Kerdil

Di buku Tjerita-Tjerita Dari Negeri Atjee setebal 73 halaman yang terbit pada 1891 itu, Letnan H Aars menaruh kisah hantu tersebut pada halaman pertama, dengan judul Tjerita Deri Satoe Setan.

"Tempo tjerita ini, tidak berbrapa djaho dari Kota Radja, ada satoe benteng. Maka benteng ini sekarang soedah di rombaq. Tempo waqtoe tjerita ini kelilingnya itoe, melajinkan ada rawah-rawah sadja," tulis H Ars dalam pembuka bukunya.

Benteng yang dimaksud di dalam cerita itu letaknya terisolir dari benteng-benteng lain. Untuk mencapainya, harus melewati hutan lebat serta melalui jalan tikus. Sebelum mendapati benteng, terlebih dahulu menjumpai kebun tebu yang di belakangnya terdapat sebuah galangan.

Mungkin, karena letaknya yang terisolir, logistik yang disalurkan ke benteng seadanya saja. Sementara jumlah serdadu marsose yang ada di benteng itu ada sekitar 100 orang. Akibatnya, mereka sering kekurangan asupan makanan, sehingga tampak kurus dan sering terkena malaria.

Selain was-was dengan ujung rencong para pejuang Aceh, yang sudah beberapa kali menyerang mereka, para serdadu marsose di benteng itu juga harus mati-matian melawan ujung sungut musuh mereka yang lain, apalagi kalau bukan nyamuk hutan, penyebab malaria.

Adapun kisah horor yang menyelimuti benteng itu berawal pada suatu tengah malam. Saat itu, seseorang melapor ke opsir komandan jaga, bahwa sekilwak (pengawal) yang menjaga pos di sebelah lor (utara) benteng melihat sesosok berpakaian serba putih di atas kuburan tak jauh dari benteng tersebut.

Marsose itu tidak berani mendekati sosok berpakaian putih tersebut karena takut. Namun, opsir komandan jaga berpangkat letnan tadi yakin, sekilwak tersebut salah lihat. Letnan itu berkeras kalau yang dilihat oleh sekilwak adalah batang kayu.

Namun, empat malam berturut-turut para sekilwak yang bergantian menjaga benteng diganggu oleh hantu tersebut. Marsose-marsose itu melihat sesosok berbaju putih di atas kuburan saat tengah malam tiba. Tak ayal, teror hantu di kuburan itu membuat hampir semua serdadu marsose ketakutan. Nyali keprajuritan mereka ciut, seciut-ciutnya, saat itu.

Tak mau anak buahnya dibuat resah oleh kehadiran hantu tersebut, komandan Belanda memerintahkan beberapa prajurit untuk bersembunyi di dekat kuburan guna mencari tahu tentang sosok berpakaian putih tersebut.

Anehnya, mereka tidak menemukan apa-apa. Hingga tiga malam berturut-turut, sosok yang ditunggu-tunggu tak kunjung menampakkan wujud. Belanda dibuat kebingungan. Siapa sebenarnya sosok tersebut.

Komandan Belanda itu menyuruh anak buahnya menyiapkan kembang api serta menambah regu penjaga di setiap pos yang ada di benteng. Sejak pukul 10 malam, para serdadu marsose mulai mengintip dari pos masing-masing dengan moncong senapan diarahkan ke arah kuburan. Sementara itu, pikiran mereka diselimuti oleh rasa takut dan was-was.

Hingga lonceng pukul tengah malam berbunyi, suasana di kuburan itu terlihat masih sunyi. Kecuali bunyi jangkrik dan segala binatang hutan yang mengitari benteng menyeruak diantara kabut keheningan, menambah rasa takut di pikiran para serdadu-serdadu tersebut.

Tiba-tiba, hantu tersebut menyembul dari dalam tanah kuburan. Para serdadu terkejut. Dengan tergesa-gesa mereka melontarkan kembang api ke arah sosok berbaju putih itu. Ketika mereka bersiap-siap hendak menembak, 'blasss!', makhluk itu menghilang sambil meninggalkan tawa, yang membuat bulu kuduk berdiri.

"Wah, setan betoel itoe!!!," teriak salah seorang di antara mereka dengan mimik wajah ketakutan. Mereka kocar-kacir, tentu saja.

Keesokan harinya, seorang serdadu marsose berpangkat sersan bernama Wakidin memohon izin bertemu komandan Belanda. Dia meminta diberi waktu 24 jam untuk mengungkap teror hantu tersebut. Wakidin tidak percaya kalau sosok yang meneror para prajurit selama beberapa malam itu adalah hantu.

Menurut Wakidin, di dekat hutan ada sebuah rumah milik seorang Aceh. Dirinya yakin, rumah tersebut ada hubungannya dengan kehadiran sosok yang dipercaya sebagai hantu tersebut. Dia mengatakan, hantu berbaju putih itu selalu menampakkan diri saat lampu di rumah orang Aceh itu dipadamkan.

Setelah diberi izin, Wakidin masuk ke dalam ke hutan sejak sore dan bersembunyi disitu sampai suasana mulai gelap. Dia berjalan merayap menuju rumah orang Aceh tersebut. Kebetulan rumah Aceh zaman dulu khas rumah panggung dengan tiang yang cukup tinggi. Tujuannya, untuk menghindari binatang buas dan banjir.

Wakidin menyelinap dan bersembunyi di bawah rumah. Dari situ, ia dapat mengintip ke dalam rumah melalui celah-celah lantai rumah yang terbuat dari bambu rumah. Lama Wakidin menunggu di dalam semak-semak yang ada di bawah rumah tersebut.

Tidak berapa lama, terdengar suara orang melangkah ke arah rumah. Jumlahnya ada sekitar 30 orang. Mereka semua bersenjata lengkap. Orang-orang itu satu satu-persatu menaiki tangga masuk ke dalam rumah.

Di dalam rumah, tampak orang-orang tersebut berkumpul. Seperti hendak membicarakan sesuatu hal penting. Diantara orang-orang itu, tampak seorang lelaki berpakaian serba putih memakai sorban bermotif. Di ikat pinggangnya, terselip klewang (pedang panjang) yang dihiasi emas dan intan serta sebuah pistol. Sementara, tangan kanannya memegang tasbih.

Kepada orang-orang itu, lelaki bersorban tadi mengatakan kalau dia sudah menyiapkan senjata untuk melakukan penyerangan ke benteng Belanda. Dia meminta semua orang berkumpul di masjid tengah malam nanti untuk memulai penyerangan. Dini hari nanti, serangan akan dilangsungkan.

Mendapati pembicaraan itu, Wakidin langsung bergerak kembali ke benteng. Dia melaporkan semua yang dilihat dan didengarnya kepada sang komandan. Rupanya, sosok hantu yang selama ini meneror para serdadu marsose itu adalah seorang mata-mata yang bertujuan memantau gerak-gerik Belanda.

Pikiran para opsir Belanda dan Wakidin saat itu tertumpu pada lubang yang ada di kuburan tempat sosok yang diduga hantu muncul. Malam itu, karena masih ada waktu, sebelum menghadapi serangan orang Aceh, seperti laporan Wakidin, mereka terlebih dahulu memeriksa kuburan tersebut.

Mereka tak juga menemukan lubang tempat si hantu muncul, sebelum akhirnya seorang serdadu terperosok ke dalam sebuah lubang dengan kedalaman sepinggang orang dewasa. Saat diperiksa, lubang tersebut rupanya memiliki dasar daun alang-alang yang ditaruh diatas bambu untuk menutup lubang dibawahnya.

Baca Juga:

Temukan Sejumlah Kain Pocong di Rumah dan Ladang Pasien, Begini Pesan Mpuh Sembiring Kepada Dukun Santet

Kisah Mistis Dery Madya Gustaf yang Dihantuai Habis-habisan Sepanjang Jalur Banyuputih di Batang

Kisah Mistis Hantu Nurjanah, Hantu Cantik dari Pekalongan yang Selalu Mengundang Pria Datang ke Kuburan Bila Ingin Melamar

Saat dibongkar, didalam lubang tersebut terdapat banyak sekali senjata, yang terdiri dari senapan, tombak, klewang, bubuk mesiu, dan pelor. Semua temuan tersebut kemudian dibawa ke benteng. Di dalam benteng, orang-orang sudah siaga di pos masing-masing menanti kedatangan para pejuang Aceh.

Benar saja, seperti yang dikatakan oleh Wakidin, tengah malam itu para pejuang Aceh menyerang benteng Belanda. Namun, karena rencana telah bocor, korban di pihak pejuang Aceh berjatuhan. Para pejuang Aceh tidak mampu menembus benteng. Apalagi, pada pukul lima pagi, datang pertolongan untuk pihak Belanda.

Sumber: Liputan6


Share :

HEADLINE  

Kaesang Optimis PSI Tembus Senayan Minta Kader Kawal Real Count

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 17, 2024 09:44:02


Hasil Real Count KPU Sulawesi Tengah: Suara PSI Tembus 4,17%

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 21:11:41


Pemuka Agama Himbau Semua Terima Hasil Pemilu, Saatnya Rekonsiliasi

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 13:44:30