Seorang warga Kota Mamuju, Sulawesi Barat membuat repot Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Kota Mamuju.
Pasalnya, dia hendak menjual sebuah pulau bernama Pulau Malamber seharga Rp. 2 Miliar.
Polisi sampai saat ini masih menyelidiki informasi jual beli Pulau Malamber, Sulawesi Barat (Sulbar). Pulau tidak berpenghuni di gugusan Kepulauan Bala-Balakang tersebut.
Kasat Reskrim Polresta Mamuju AKP Syamsuriansyah mengatakan telah memanggil sejumlah pihak yang diduga mengetahui masalah ini. Di antara kepada desa hingga kepala desa
"Termasuk kepala desa, Camat Bala Balakang dan kepala dusun, kami juga sudah mengirim undangan klarifikasi kepada Pemerintah Kabupaten Mamuju, dan diutus kabag hukumnya datang ke sini untuk memberikan keterangan," kata Syamsuriansyah kepada wartawan, Jumat 19 Juni 2020.
Baca Juga: Wisata Pantai Parangtritis Mulai Dikunjungi hingga Kesaksian Saat Erupsi Merapi
Pulau Malamber dikabarkan dijual oleh salah seorang pria warga Sumare, Kecamatan Simboro, kepada pengusaha asal Kalimatan.
"Camat yang telah dimintai keterangan membenarkan kejadian pembelian pulau itu memang ada, dan DP-nya disebutkan sebesar Rp 200 juta, cuma kita sampai sekarang ini untuk meng-clear-kan permasalahan ini, apakah memang ini pembelian pulau, karena ada juga yang mengatakan ini bukan pembelian pulau tapi sebidang tanah, tapi kita harus lihat kesepakatan Rp 2 miliar dan telah dibayarkan sebesar 200 juta, apakah memang cocok untuk pembelian sebidang tanah di Pulau Malamber itu, nanti kita lihat seperti apa," paparnya.
Terbaru, dari keterangan warga yang menjual pulau, duit uang muka diserahkan oleh Bupati Penajam Paser Abdul Gafur Mas'ud.
"Transaksinya itu terjadi sejak bulan Februari 2020. Menurut keterangan (penjual) Raja (sebelumnya ditulis Rajab, red), transaksinya itu dilakukan di Balikpapan, walaupun itu dibantah oleh Pak Bupati, ya terserah mau dibantah atau mau diapa, ini kan keterangan si penjual," kata Kasat Reskrim Polres Mamuju AKP Syamsuriansyah, Senin 22 Juni 2020.
"Memang di dalam proses transaksi jual beli, di kuitansi itu, bukan Bupati Pak Gafurnya yang tanda tangan, yang bertanda tangan adalah lelaki, Sahalu. Menurut keterangan Raja, yang menyerahkan uangnya itu Pak Gafurnya sendiri, walaupun yang tanda tangan di situ adalah Sahalu. Ini kan keterangan dia," ujarnya.
Syamsuriansyah mengatakan transaksi jual beli memang sah-sah saja. Namun ada pengecualian soal pulau.
"Transaksi jual beli itu bagi saya sah-sah aja tetapi ini kan ada pengecualian yang namanya pulau itu, pulau itu ada aturannya sendiri, pulau itu diatur olehh undang-undang tersendiri. UU masalah pengelolaan dan pemanfaatan pulau-pulau luar kan," tuturnya.
"Di situ tidak dikatakan tidak boleh dijual, tetapi penggunaan dan pemanfaatan pulau itu harus seizin dengan pemda setempat. Harus ada kerja sama sebelumnya," imbuhnya.
Kemudian, si penjual yang bernama Raja merubah keterangannya.
"Menurut keterangan awal Raja dan lainnya, itu memang terjadi transaksi jual beli pulau itu. Memang dari awal dikatakan di situ memang terjadi transaksi jual beli pulau," katanya.
Namun, belakangan Raja membantah menjual pulau. Dia mengaku hanya menjual tanah seluas 6 hektare.
"Walaupun di kemudian hari dibantah oleh si penjual, bahwa yang dia jual itu adalah dalam bentuk tanah saja. Sekarang yang dipermasalahkan di dalam tanah itu, menurut Raja, tanah itu kan seluas 6 hektare, tetapi kan pulau itu 6 hektare juga luasnya," ujarnya.
Oleh karena itu, polisi masih menyelidiki kasus ini. Jika pun yang dijual 6 hektare tanah, polisi mempertanyakan harganya yang mencapai Rp 2 miliar.
"Jadi yang mana yang dia jual? Kita mau bicara apa ini, tanah atau pulau? Luasnya sama. Sekarang gini juga, kalau dia berbicara dalam sebidang tanah, ada pula tanah yang harganya Rp Rp 2 miliar?" ulas AKP Syamsuriansyah.