Pulau Pannikiang yang penduduknya hanya 75 orang dengan luas 90.45 hektare. Pulau ini terletak di Sulawesi Selatan, dari daratan Kabupaten Barru, dekat kantor Desa Madello. Menuju Pannikiang, makan waktu sekira 20 menit lebih.
Di sana agak kotor. Banyak sampah plastik. Sementara di lautnya banyak daun-daun gugur dan ganggang yang mati. kata Kepala Dusun Pannikiang, Zulkifili.
Baca Juga: Ini Kisah Mistis Manusia Belang di Kaki Gunung Bulu Pao
Di Pannikiang, ia menunjukkan bagaimana cara hidup orang-orang pulau. Gemar bekerja, memanfaatkan peralatan memasak seadanya dan hidup sederhana. Tak ada listrik langsung dari kota, kecuali memakai genset. Orang-orang pulau tidak gemar membuang sampah sembarangan.
Di Pannikiang, tumbuh menjulang pohon bakau. Data dari laman resmi Kabupaten Barru, ada 43 jenis mangrove yang daunnya hijau dan segar. Sayangnya, banyak sampah plastik botol minuman dan makanan kemasan yang terselip di akar bakau.
"Bakau ini tumbuh karena kiriman juga. Jadi bakal buah bakau yang dibawa air laut dari tempat yang jauh, akhirnya singgah ke pulau ini, dan tumbuh besar sampai sekarang," terang Zul.
Banyak orang yang percaya bahwa memangsa kalong sama dengan menyembuhkan diri dari penyakit-penyakit yang serius. Meski begitu, kepercayaan tersebut belumlah terang penjelasan ilmiahnya dari sisi akademik.
Baca Juga: Ngeri, Ini Pulau Hantu Dutungan, Ada Gua yang Konon Jadi Tempat Persembunyian Penjajah Jepang
Dalam jurnal yang berjudul Kandungan Mikrob Daging Kelelawar yang Diolah sebagai Bahan Pangan Tradisional (Tiltje Andretha Ransaleleh, 2013). Disebutkan kalau kelelawar memang bisa diolah menjadi bahan makanan.
Ia mengambil sampel di Manado. Di sana, orang-orang percaya akan khasiat kelelawar. Masyarakat di sana kerap mengolah daging kelelawar menjadi kelelawar rica-rica dan kelelawar kari.
Nama orang yang pertama menginjakkan kakinya di Pannikiang adalah Koe. Ia perempuan. Warga sekitar percaya hal itu dari mimpi seorang warga, yang turun-temurun ceritanya.
Konon, Koe berujar dalam mimpi seorang tetua di Madello, agar mendatangi seonggok tanah sesuai titik yang sekarang jadi kuburannya.
Di sebelah Koe, ada kuburan juga. Itu kuburan dari suami Koe. Namanya tidak jelas. Hanya dinamakan Suami Koe saja di nisannya. "Itu juga lewat mimpi. Tetua menguburkannya di samping Koe. Tidak jelas namanya. Tidak ada fakta sejarah yang kuat."
Sampai sekarang, mereka hanya percaya satu pesan yang juga disampaikan lewat mimpi, kalau pulau Pannikiang, tak boleh ada seorang yang mengikat sarung di pundaknya. "Efeknya bisa sakit. Koe tidak suka orang yang seperti itu."