Ditengah kerusuhan yang terjadi di Amerika Serikat akibat kematian George Floyd, Presiden AS Donald Trump menyatakan, dia mengerahkan "ribuan tentara bersenjata lengkap" dan polisi untuk memadamkan kerusuhan di Washington.
Bahkan tak hanya itu saja pasalnya ucapannya itu muncul setelah bangunan dan monumen di sekitar Gedung Putih menjadi korban vandalisme dalam aksi protes terkait kematian George Floyd.
"Apa yang terjadi pada kota (Washington) semalam adalah hal memalukan," ujar Trump, di tengah suara tembakan gas air mata dalam aksi protes di dekat Gedung Putih.
Baca Juga: Gara-gara Konflik Amerika-Cina, Bikin Emas ke Harga Rp. 920 Ribu per Gram
"Saya menempatkan ribuan tentara bersenjata lengkap, militer, dan penegak hukum untuk menghentikan kerusuhan, penjarahan, vandalisme, dan serangan nakal," jelasnya.
Bahkan tak hanya itu saja pasalnya dilansir AFP, Senin 1 Juni 2020, presiden berusia 73 tahun itu mengecam kericuhan dalam demonstrasi sebagai "terorisme domestik". Adapun unjuk rasa itu muncul menyikapi kematian George Floyd, yang tewas setelah ditindih polisi kulit putih di Minneapolis, Senin 25 Mei 2020.
"Saya ingin dalang kerusuhan ini tahu, kalian akan menghadapi hukuman berat dan dipenjara dalam waktu yang lama," ancam dia.
Bahkan saat Trump mengatakan itu, AFP melaporkan, terdengar suara tembakan gas air mata dan granat setrum untuk membubarkan pengunjuk rasa di luar Gedung Putih.
Dia juga menyerukan kepada gubernur negara bagian untuk mengerahkan Garda Nasional dalam jumlah besar, sehingga mereka bisa "mendominasi" pendemo. Selepas menyatakan itu, dia berjalan menuju Gereja Episkopal St John, dikenal juga sebagai Gereja Presiden, yang rusak parah karena kericuhan.
Bahkan tak hanya itu saja pasalnya sepekan setelah kematian Floyd, hasil otopsi pun dirilis, di mana penyebab kematian Floyd adalah pembunuhan yang dilakukan Derek Chauvin, polisi yang menindihnya.
Baca Juga: Keluarga George Flyod Melakukan Otopsi Hasil: Sesak Napas Akibat Tekanan Jadi Penyebab Kematian
Namun tak hanya itu proses pemeriksaan post-mortem itu dilakukan Aleccia Wilson, pakar di Universitas Michigan, berdasarkan permintaan pihak keluarga.
Wilson dikenal sebagai dokter yang juga menangani jenazah Eric Garner, yang tewas di tangan polisi pada 2014 dan memunculkan gerakan Black Lives Matter.
"Bukti ini konsisten dengan sesak napas mekanis sebagai penyebab kematian, dengan kematiannya merupakan pembunuhan," terang Wilson dalam konferensi pers.
Bahkan tak hanya itu saja hal ini juga merupakan kerusuhan dalam demo AS ini merupakan yang terbesar sejak 1968, ketika ikon penegakan hak sipil Martin Luther King Jr ditembak mati anggota supremasi kulit putih.