Setiap tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia sekaligus mengenang wafatnya penyair legendaris angkatan 45 Chairil Anwar.
Perlu ketahui, Chairil Anwar pria kelahiran 26 Juli 1922 dijuluki sebagai "Si Binatang Jalang", adalah penyair terkemuka Indonesia. Dia diperkirakan telah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi.
Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, pria dibesarkan di Medan ini dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 sekaligus puisi modern Indonesia.
Baca Juga: Warga Rela Bugil Demi Menangkap Babi Ngepet Berikat Kepala Merah di Depok
Dalam buku "Chairil Anwar: Hasil Karya dan Pengabdiannya" karya Dri Sutjianingsih menjelang kematiannya, Chairil jatuh sakit. Dia sering pusing, muntah, dan sebagainya. Dia dibawa ke CBZ, yang sekarang adalah Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.
Chairil menderita beberapa macam penyakit yaitu paru-paru, infeksi darah kotor, dan usus. Lalu pada 28 April 1949 pukul 14.30 dia meninggal dunia dalam usia 27 tahun.
Di saat-saat terakhirnya, dia mengigau saat panas tinggi dengan menyebut "Tuhanku, Tuhanku..." Sebuah sajak diselesaikannya menjelang kematiannya. Bahkan dia tak sempat memberi judul.
Berikut sajaknya:
Cemara menderai sampai jauh,
terasa hari akan jadi malam,
ada beberapa dahan disingkap merapuh,
dipikul angin yang terpendam,
aku sekarang orangnya bisa tahan,
sudah berapa waktu bukan kanak lagi,
tapi dulu memang ada suatu bahan,
yang bukan dasar perhitungan kini.
hidup hanya menunda kekalahan,
tambah terasing dari cinta sekolah rendah,
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan,
sebelum pada akhirnya kita menyerah.
Baca Juga: KRI Nanggala 402, Kapal Selam Ketujuh dalam Sejarah Kecelakaan Kapal Selam Dunia
Bagi bangsa Indonesia nama Chairil Anwar bukanlah suatu nama yang asing, terutama bagi sastrawan-sastrawan, guru-guru, pelajar maupun mahasiswa. Hal itu karena Chairil Anwar telah berhasil mengadakan pembaharuan dalam kesusasteraan terutama dalam puisi, sesudah Pujangga Baru. Pembaharuan itu meliputi penggunaan bahasa, pandangan hidup, dan sikap hidup.
Chairil Anwar telah mempelopori lahirlah satu angkatan kesusasteraan baru yang disebut Angkatan 45. Melansir Kompas.com, 28 April 2020, secara garis besar, ciri-ciri angkatan 45 adalah penghematan bahasa, kebebasan pribadi, individualisme, berpikir lebih kritis dan dinamis.
Dia membawa aliran baru yang disebut ekspresionisme, suatu aliran seni yang menghendaki kedekatan pada sumber asal pikiran dan keinsyafan.
Chairil Anwar mendapat pengaruh dari penyair-penyair Belanda angkatan sesudah Perang Dunia I seperti Marsman, Du Perron dan Ter Braak. Gagasan-gagasan Chairil mengenai penciptaan dan sikap hidup masih terus merupakan inspirasi, juga bagi generasi-generasi penerusnya.
Mengutip Harian Kompas, 28 April 1995, sajaknya yang berjudul "Aku" melukiskan jiwa Chairil serta pribadi dan cita-citanya. Menurut guru besar Fakultas Sastra Unpad, J.S. Badudu, sifat individualisme Chairil tampak benar dalam puisinya itu, seolah-olah dirinyalah yang menjadi ukuran masyarakat dan dunia luar.
Karya Chairil Anwar yang sangat terkenal adalah sajak berjudul "Aku". Berikut sajaknya:
Kalau sampai waktuku
Kumau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
Baca Juga: Romo Anggota DPR Kritik Bobby Nasution Pecat Kadis Kesehatan Kota Medan, Ternyata Besanan
Atas jasa-jasanya sebagai pelopor Angkatan 45, Pemerintah Republik Indonesia memberikan suatu Anugerah Seni kepada Chairil Anwar, dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Agustus 1969, No. 071I1969.
Anugerah Seni tersebut diterimakan kepada puteri Chairil satu-satunya yaitu Evawani Alissa. Kemudian hari wafatnya Chairil Anwar ditetapkan sebagai Hari Puisi Nasional.