Hari Sumpah Pemuda sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tepat pada 28 Oktober 1928 kongres tersebut diadakan dan hanya 6 orang perempuan saja yang mengikuti acara tersebut.
Tepat pada Rabu 28 Oktober 2020, Hari Sumpah Pemuda tersebut diperingati yang ke-92 tahun.
Tak dimungkiri, pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Ini salah satunya tercantum dalam Sumpah Pemuda yang turut menjadi tonggak utama pergerakan kemerdekaan Indonesia. Sumpah Pemuda yang merupakan ikrar tersebut dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Meski berlangsung secara resmi, dalam praktiknya kongres yang akhirnya menghasilkan ikrar Sumpah Pemuda ini rupanya dibumbui dengan banyak hal menarik.
Baca Juga: Sejarah Lahirnya 28 Oktober Jadi Hari Sumpah Pemuda Lengkap Teks dan Maknanya
Berikut 5 fakta menarik Kongres Sumpah Pemuda yang ternyata hanya diikuti oleh enam orang perempuan.
1. Hanya diikuti 6 perempuan
Berdasarkan buku resmi Panduan Museum Sumpah Pemuda, peserta kongres yang tercatat hanya ada 82 orang. Padahal sejatinya ada 700-an peserta yang hadir di gedung yang digunakan untuk melangsungkan kongres.
Peserta perempuan sendiri hanya ada enam orang, yaitu Dien Pantow, Emma Poeradiredjo, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernamawoelan, dan Siti Soendari.
Dari keenam peserta perempuan tersebut, hanya tiga peserta yang turut menyampaikan pidatonya dalam kongres, yakni Mardanas Safwan, Emma Poeradiredjo dan Siti Soendari.
2. Naskah Sumpah Pemuda hanya ditulis oleh satu orang
Mohammad Yamin yang menjadi Sekretaris dalam kongres turut mengikuti rapat marathon yang digelar 27-28 Oktober 1928. Ia juga berdiskusi bersama utusan lain dari berbagai daerah. Berdasarkan diskusi dalam rapat tersebut, tercetuslah Ikrar Pemuda.
Yamin sendiri bertugas untuk meramu rumusan dari hasil diskusi. Hebatnya, tak butuh waktu lama bagi Yamin untuk merumuskan Ikrar Pemuda yang kemudian ia serahkan kepada kepala Kongres, Soegondo Djojopoespito.
Soegondo kemudian membaca rumusan Yamin dan memandang ke arahnya. Yamin tersenyum dan dengan spontan Soegondo membubuhkan parafnya. Seterusnya rumusan Yamin disetujui oleh seluruh utusan organisasi pemuda.
3. Istilah "Sumpah Pemuda" muncul setelah kongres
Istilah Sumpah Pemuda baru muncul beberapa hari setelah kongres usai. Akan tetapi, peringatan Sumpah Pemuda tetap didasarkan pada tanggal pembacaan ikrar, yakni 28 Oktober.
4. Bahasa Belanda mendominasi kongres
Bahasa Belanda boleh dibilang sangat mendominasi Kongres Sumpah Pemuda. Ditandai dengan hampir sebagian pembicara dalam Kongres Pemuda II, yang saat itu menggunakan bahasa Belanda. Siti Soendari, misalnya.
Pemuda yang turut menyampaikan pidato ini menggunakan Bahasa Belanda dalam kongres.
Tak hanya pembicara, notulen rapat dalam kongres pun ditulis menggunakan bahasa Belanda.
Baca Juga: Jokowi Ajak Bangsa Indonesia Bersatu Hadapi Pandemi Corona di Momen Sumpah Pemuda
Meski begitu ada juga yang mahir berbahasa Melayu yang kelak menjadi bahasa Indonesia, yakni Mohammad Yamin. Ia bertugas sebagai Sekretaris Sidang dan menerjemahkan pidato serta kesepakatan sidang ke dalam bahasa Melayu.
5. Yel-yel merdeka dilarang
Yel-yel “Merdeka” yang sudah berulangkali berkumandang, tepatnya sejak Kongres pertama berlangsung, rupanya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. Sampai-sampai polisi Belanda harus mengawasi dengan ketat jalannya Kongres. Belanda lantas mengeluarkan larangan kata “Merdeka” dalam Kongres.