Candi Borobudur adalah salah satu bangunan yang bersajarah di Indonesia yang berada di Magelang, Jawa Tengah, yang kini adalah salah satu tujuh keajaiban dunia. Bangunan ini pun masuk dalam daftar Situs Warisan Budaya Dunia (World Heritage Site) milik UNESCO. Borobudur juga disebut ada dalam antrean untuk masuk dalam daftar Memori Dunia (Memory of The World), mengikuti Konferensi Asia Afrika.
Namun tahukah kamu? Di balik megahnya Candi Borobudur, masih banyak cerita misteri yang masih menjadi tanda tanya. Benar atau tidak, cerita-cerita itu tersebar luas di masyarakat.
Ada sebuah anggapan bahwa Candi Borobudur pada jaman dahulu adalah jam raksasa. Anggapan itu muncul dengan adanya stupa besar di puncak dan dikelilingi beberapa tingkatan stupa kecil. Anggapan ini kemudian berubah menjadi mitos karena adanya bukti yang menunjukkan puncak Borobudur berbentuk seperti jam.
Sebanyak 72 stupa yang ada di Candi Borobudur mempunyai bentuk seperti lonceng terbalik. Dengan letak stupa terbesar di paling atas, berfungsi sebagai titik tanda jam. Sementara jarum jamnya adalah matahari, yang menciptakan bayangan dari stupa paling besar.
Selain mitos sebagai jam, Borobudur juga dipuji karena bisa menjadi penunjuk arah angin yang akurat dengan menghadap utara dan selatan dengan tepat. Ditambah penunjukan titik terbit matahari yang benar-benar dari timur sebanyak dua kali dalam setahun yaitu pada 20 – 21 Maret dan 22 – 23 September.
Bentuk Candi Borobudur yang besar disebut-sebut membutuhkan pembangunan selama 750 – 1000 tahun. Dilihat dari struktur bangunan, Borobudur menyajikan sajian yang menarik. Relief yang ada menceritakan tentang kehidupan manusia dengan alam semesta. Relief itu terbagi menjadi tiga fase yang semakin tinggi maka akan semakin mencapai kesempurnaan. Berikut penjelasannya:
Kamadhatu, yaitu fase ketika dunia dikuasai kama atau nafsu rendah;
Rupadhatu, yaitu fase ketika manusia mulai meninggalkan hawa nafsu dan urusan duniawi;
Arupadhatu, yaitu fase ketika manusia terbebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk rupa tapi belum mencapai nirwana.
Ada relief yang sampai saat ini masih mengundang perdebatan karena dianggap disembunyikan. Relief itu berada di bagian bawah seperti ditimbun tanah yang menceritakan tentang keadaan manusia pada fase Kamadhatu. Ada 160 relief yang membentuk sebuah adegan Sutra Karmawibhangga atau hukum sebab-akibat.
Kalau sekilas dilihat, nggak ada yang begitu mencolok dari cerita di relief Kamadhatu. Namun kalau dilihat lebih jauh ada gambar orang-orang sedang melakukan perbuatan tidak terpuji. Bergosip, membunuh, menyiksa, memerkosa dan adegan-adegan seks bisa dilihat dengan jelas.
Ada yang mengatakan bahwa panel itu sengaja ditimbun dengan tanah karena adegan dalam relief yang terlalu vulgar dan mengerikan, ada juga yang mengatakan bahwa tanah itu berfungsi sebagai penopang.
Baca Juga : Seram! Kisah Misteri Stasiun Tugu yang Konon Suka Minta Tumbal
Seorang pakar arsitektur Hindu Budha bernama W.O.J. Nieuwenkamp pada tahun 1931 mengajukan teori bahwa Daratan Kedu (lokasi Candi Borobudur menurut legenda Jawa) dulunya adalah sebuah danau purba. Borobudur dibangun sebagai lambang bunga teratai yang mengapung di atas permukaan air danau.
Pendapat Nieuwenkamp didukung oleh fakta adanya sumur di sekitar Borobudur yang airnya asin. Menguatnya teori tentang Danau Purba didukung oleh Van Bemmelen dalam bukunya “The Geology of Indonesia”. Di dalam buku itu tertulis bahwa sebuah letusan dari Gunung Merapi pada tahun 1006 menutupi danau sampai menjadi kering dan Borobudur sempat dinyatakan hilang.
Hal itu membuat Borobudur banyak didatangi para peneliti untuk mencari kebenaran dari teori keberadaan Danau Purba. Nggak cuma dari dalam negeri, bahkan peneliti dari luar negeri pun merasa tertarik untuk meneliti lebih dalam soal Candi Borobudur.
Salah satu mitos paling populer di Candi Borobudur adalah adanya pengabul keinginan. Sebuah arca Budha yang berada di dalam stupa disebut Kunto Bimo harus bisa dipegang. Kalau berhasil dipegang, maka apa saja keinginan orang itu akan terkabul atau orang yang bisa memegangnya akan mendapatkan keberuntungan.
Bagi pria, syarat untuk mendapat keberuntungan yaitu harus bisa memegang jari kelingking atau jari manis arca Budha. Sementara perempuan harus bisa memegang bagian jari kaki arca tersebut. Nggak ada keterangan resmi dari ajaran Budha mengenai mitos ini. Para pemandu wisata pada tahun 1950-an disebut-sebut sebagai pihak pertama yang mengarang mitos ini.
Baca Juga : Seram! Kisah Misteri Pasar Turi Lama di Surabaya yang Konon Jadi Sarang Makhluk Gaib
Selain mitos Kunto Bimo, di Candi Borobudur ada juga mitos lain yang bernama Singa Urung. Dinamakan Singa Urung karena mitos ini melibatkan sepasang arca berbentuk singa yang terletak di sebelah kanan dan kiri tangga naik candi. Dalam bahasa Jawa, Urung berarti gagal. Dengan kata lain Singa Urung berarti Singa yang membawa kegagalan.
Mitos Singa Urung ini mempunyai efek yang berkebalikan dengan Kunto Bimo. Kalau Kunto Bimo lebih menekankan pada mendapat keberuntungan, maka Singa Urung sebaliknya. Mitosnya adalah siapa saja yang berani memegang arca singa di sisi kiri dan kanan tangga Candi Borobudur maka akan mendapat kesialan.
Selain itu ada juga mitos yang mengatakan kalau sepasang kekasih melewati sepasang arca singa itu, maka hubungan mereka nggak sampai ke tahap pernikahan. Entah kenapa mitos tentang hubungan sepasang kekasih seringkali menghiasi tempat-tempat bersejarah. Kamu pasti pernah mendengar mitos serupa di tempat lain.