Rumah adat Joglo merupakan salah satu jenis rumah adat Jawa Tengah yang memiliki banyak keunikan dan oleh karena itu masih banyak digunakan hingga saat ini. Jika Anda berkunjung ke wilayah pedesaan di Jawa Tengah, Anda pasti akan menemukan masih banyak rumah adat Joglo yang digunakan oleh masyarakat.
Sebagai rumah adat tradisional, rumah adat Joglo memiliki ciri khas dan keunikannya tersendiri yang sangat mengagumkan. Secara arsitektur, rumah Joglo mempunyai nilai fungsional yang sejalan dengan falsafah hidup dan nilai filosofis masyarakat Jawa.
Dipandang dari segi budaya pun rumah Joglo mampu menghadirkan distinct value terhadap khazanah perumahan tradisional di Indonesia. Tak heran bila rumah adat Joglo jadi rumah adat terpopuler di Indonesia dan bahkan telah dibangun pula replikanya di luar negeri, tepatnya di Slovenia.
Tapi, sayangnya beberapa ruang dalam bangunan rumah Jawa sudah tak banyak lagi ditemui sekarang ini. Untuk mengingatkan Anda akan uniknya Joglo.
Berikut inilah hal-hal menarik seputar itu plus dengan makna filosofinya.
1. Teras dan Pendopo
Salah satu ciri khas yang dimiliki rumah Jawa adalah teras yang tak beratap serta pendopo yang terbuka dengan empat tiang. Umumnya pendopo Jawa berbentuk segi empat memanjang ke arah samping kanan-kiri rumah. Pendopo ini juga dibangun tanpa pembatas di keempat sisinya. Hal ini melambangkan sikap terbuka pemilik rumah bagi siapa saja yang ingin datang.
Pendopo biasanya juga dibangun lebih tinggi dari halaman. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemilik rumah dalam menerima tamu ataupun bercakap-cakap sambil duduk bersila di lantai dengan alas tikar yang memang menjadi tradisi masyarakat Jawa sejak dulu. Hal ini merupakan simbol suasana akrab dan rukun yang coba dibangun masyarakat Jawa dengan lingkungan sekitarnya.
Baca Juga : Puasa Ngebleng Ala Jawa yang Katanya Bisa Bikin Sakti, Benarkah?
Baca Juga : Lingsir Wengi Dianggap Sebagai Lagu Pemanggil Mahluk Halus di Pulau Jawa, Benarkah?
Baca Juga : Kisah Sakti Seorang Wanita Gadis Asal Jawa Timur Mampu Tangkap 11 Tuyul dengan Toples Kaca
2. Pringgitan
Menuju ke arah dalam, rumah adat Jawa memiliki ruang yang disebut sebagai Pringgitan. Ruang ini merupakan ruang peralihan dari pendopo menuju ke ruang dalem ageng. Dibuatnya ruangan ini memang memiliki tujuan tersendiri, yakni sebagai tempat untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit di acara-acara tertentu.
Selain itu, ruangan ini juga memiliki makna konseptual tersendiri, yakni sebagai tempat untuk memperlihatkan diri sebagai simbol dari pemilik rumah bahwa dirinya hanyalah bayang-bayang atau wayang dari Dewi Sri, yakni dewi padi yang melambangkan sumber segala kehidupan, kesuburan, dan kebahagiaan dalam hidup.
3. Dalem Ageng
Semakin masuk ke dalam Joglo, maka kesannya akan makin menunjukkan tingkat privasi ruangan tersebut. Bagian dalam dari rumah Jawa disebut sebagai Dalem Ageng. Ruangan ini berbentuk segi empat dengan dikelilingi dinding-dinding di keempat sisinya. Dalam tradisi Jawa, Dalem Ageng merupakan bagian terpenting di dalam rumah karena di ruangan ini terdapat 3 senthong atau 3 kamar.
Tiga senthong tersebut terdiri dari senthong tengen, senthong tengah, dan senthong kiwa. Senthog tengah kadang juga disebut sebagai Krobongan yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan pusaka dan tempat pemujaan kepada Dewi Sri. Sementara itu, senthong tengen dan senthong kiwo digunakan oleh pemilik rumah sebagai kamar tidur, yakni senthong tengen untuk anggota keluarga perempuan dan senthong kiwa untuk anggota keluarga laki-laki.
4. Krobongan
Begitu lekatnya kepercayaan terhadap Dewi Sri dari masyarakat Jawa memang tidak lepas dari mata pencaharian mereka yang memang sebagian besar menjadi petani. Bagi masyarakat Jawa, Dewi Sri merupakan perwujudan dewi yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan para petani. Untuk itu, demi kelancaran usahanya di bidang agrarian, dibuatkanlah ruangan khusus di dalam rumah untuk menghormati Dewi Sri ini.
Di ruangan ini juga disimpan harta pusaka yang dipercaya memiliki kekuatan gaib serta padi hasil panen pertama. Selain itu, perlengkapan standard kamar tidur juga tersedia di ruangan ini, seperti ranjang, kasur, bantal, dan guling. Hal ini dimaksudkan agar Krobongan digunakan sebagai kamar tidur bagi pengantin baru saat menjalani malam pertama, sebagai simbol kosmis bersatunya Dewa Kamajaya dan Dewi Kama Ratih sebagai dewa-dewi asmara.
Baca Juga : Ini Beberapa Mitos Jawa yang Paling Banyak Beredar di Masyarakat, Benarkah?
Baca Juga : Warak Ngendok, Hewan Mitologi yang Sakti yang Mengiringi Asal Usul Kota Semarang
Baca Juga : Ini Beberapa Mitos yang Dipercaya Hingga Saat Ini Menurut Budaya Jawa
5. Gandhok dan Pawon
Ruangan paling belakang dari rumah tradisi Jawa adalah Gandhok yang berbentuk memanjang di sebelah kiri dan kanan pringgitan dan dalem ageng. Selain itu, juga ada pawon yang merupakan sebutan bagi dapur dalam tradisi Jawa, serta pekiwan yang digunakan sebagai wc/toilet. Pawon dalam Bahasa Jawa berasal dari kata pa+awu+an yang berarti tempat awu atau abu, yang terlihat hitam dan kotor. Oleh karena itulah ruangan ini ditempatkan di bagian belakang dari rumah.
Ruangan-ruangan tersebut dibuat terpisah dari ruangan utama, apalagi dari ruangan yang bersifat suci untuk pemilik rumah tersebut. Menurut adat Jawa, makan bukanlah sesuatu hal yang penting sehingga dalam membangun pawon pun tidak ada patokan khusus. Dalam Kitab Wulangreh yang disusun oleh Paku Buwana IV, dikatakan “Aja pijer mangan nendra” yang berarti jangan selalu makan dan tidur serta “Sudanen dhahar lan guling” yang berarti kurangilah makan dan tidur.
Itulah filosofi yang terdapat dalam bangunan rumah adat Jawa yang kini tak banyak ditemui. Dengan bentuk yang sudah paten, memang bangunan rumah adat Jawa menggambarkan gaya hidup masyarakatnya yang rukun dan suka berbaur. Selain itu, susunan pembagian ruangnya pun juga tak lepas untuk melindungi privasi penghuni rumah dari pengetahuan luar.