Komisaris Independen PT Bank Mandiri Tbk, Goei Siauw Hong menyebutkan, kerugian atau tumbangnya perbangkan akan berdampak kerugian besar nasabah dibanding pemegang saham. Hal itu dipicu lantaran pemegang tidak cukup memberikan modal.
"Kalau bank sampai bangkrut yang dirugikan nasabah, seperti saat krisis 1998. Perbankan kolaps berimbas besar ke pengusaha. Mereka tidak bisa mendapat kredit dan akhirnya kegiatan perekonomian tidak bisa berjalan. Itulah kenapa kolaps karena fungsi penyaluran kredit ke pelaku usaha mandek," ujar Goei di Malang.
"Supaya bank tidak bangkrut, pemegang saham harus setor modal cukup. Fungsi modal ini untuk melindungi nasabah yang punya deposito (deposan)," lanjut Goei.
Ia mengatakan, semakin besar risiko yang diambil, maka besar pula modal yang wajib dimiliki bank. Modal bank bisanya hanya berkisar 10 persen-15 persen dari total aset yang dimiliki. Artinya sebagian besar kegiatan bank dibiayai dari pinjaman alias Dana Pihak Ketiga (DPK) seperti giro, tabungan, deposito.
Baca juga: Alas Roban Tempat Terangker di Jawa Tengah, ini 4 Fakta-faktanya
Baca juga: Update Corona di RI : 125.396 Positif, 80.952 Sembuh, 5.723 Meninggal
Ia menambahkan, resiko oprasonal dipicu oleh kegagalan ATM dan sistem off line yang disebabkan komputer oprasional di hack.
"Risiko pasar terjadi karena perubahan faktor pasar, yaitu perubahan suku bunga dan nilai tukar. Misalnya saja, kenaikan suku bunga mengakibatkan harga obligasi turun dan timbul kerugian bagi bank," ujar dia.
Terdapat empat resiko utama yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional dan risiko likuiditas. Hal itu yang musti ditutupi oleh pemegang saham agar bank tidak merugi.
"Jadi kalau empat risiko utama ini penting untuk dikelola dengan baik dan harus diantisipasi dengan kecukupan modal. Jika tidak, perbankan bisa babak belur atau bangkrut," tegas Goei.
Sumber: Liputan6