Ledakan besar terjadi di Pelabuhan Beirut, ibu kota Lebanon pada Selasa 4 Agustus 2020. Pelabuhan Beirut merupakan pelabuhan utama dan terbesar di negara yang berhadapan langsung dengan Laut Mediteranian itu.
Ledakan itu diawali dengan kebakaran di sekitar kompleks pelabuhan. Karena asap yang mengepul tinggi, momen ini pun banyak diabadikan warga sekitar. Beberapa detik kemudian, ledakan besar seketika mengguncang kota itu dan mengempaskan gedung-gedung di sekitarnya.
Spekulasi mengenai penyebab ledakan itu pun bermunculan. Namun, dugaan kuat sementara adalah berasal dari 2.750 ton amonium nitrat yang tersimpan di gedung pelabuhan.
Baca Juga: Ledakan Dahsyat di Beirut Lebanon Bikin Udara Tak Sehat, Ini Imbauan KBRI untuk WNI
Presiden Lebanon, Michel Aoun mengatakan peristiwa tersebut menewaskan sedikitnya 135 orang dan melukai lebih dari 5.000 lainnya itu akibat dari meledaknya 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan secara tidak aman di sebuah gudang selama enam tahun.
Banyak dari masyarakat Lebanon menuduh kejadian itu akibat dari pihak berwenang melakukan korupsi, penelantaran dan salah urus. Pemerintah pun telah memberlakukan keadaan darurat selama dua minggu ke depan.
Bagaimana kondisi negara itu belakangan ini?
Krisis ekonomi terburuk
Lebanon sedang menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade setahun belakangan ini.
Dilansir dari CNN, Kamis 6 Agustus 2020, nilai tukar mata uang Lebanon terjun bebas dan membuat hampir setengah dari populasinya berada di bawah garis kemiskinan.
Kondisi ini mendorong ratusan ribu warga Lebanon turun ke jalan sejak 17 Oktober 2019 untuk memprotes pemerintah yang korup dan gagal dalam mengatasi krisis. Aksi protes ini juga membuat Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengundurkan diri dan digantikan oleh Hassan Diab yang didukung oleh Hezbollah.
Lembaga Krisis Internasional (ICG) melaporkan, krisis ekonomi yang terjadi di Lebanon saat ini belum pernah terjadi dalam sejarah negera itu.
Maret 2020, pertama kalinya Lebanon gagal bayar utang luar negerinya dan terpaksa meminjam dana dari IMF pada Akhir April 2020.
Lebanon membutuhkan bantuan internasional demi membantu sejumlah pihak yang paling terdampak oleh krisis ini.
Namun, bantuan itu hanya akan diberikan ketika Lebanon melakukan reformasi kelembagaan secara menyeluruh untuk mengembalikan sistem keuangan dan ekonomi negara ke arah lebih baik.
Baca Juga: Cerita Mahasiswa Indonesia yang Hanya Berjarak 4 Kilometer dari Lokasi Ledakan Dahsyat Beirut
Menurut data statistik, tingkat pengangguran negara yang berbatasan dengan Suriah itu meningkat hingga lebih dari 35 persen.
Krisis Politik
Dilansir dari BBC, Kamis 6 Juli 2020, sejumlah pengamat memandang krisis Lebanon saat ini disebabkan oleh korupsi yang merajalela selama beberapa dekade dan akumulasi utang negara. Pada aksi protes yang berlangsung sejak Oktober 2019, seorang demonstran menuntut lebih banyak pertanggunggungjawaban elite penguasa yang dinilainya tak memiliki upaya serius dalam reformasi.
Para elite politik diyakini hanya bertujuan mempertahankan hak-hak istimewa mereka dibandingkan mengatasi situasi negara.
Hassan Diab yang mengandaikan Saad Hariri beberapa bulan lalu pun tak bisa berbuat apa pun dalam mengatasi krisis itu. Bahkan, sempat beredar kabar adanya rencana pembubaran pemerintahan Hassan Diab.
Banyak pengamat percaya bahwa pembubaran pemerintah tak akan memberikan solusi. Sementara itu, Presiden Lebanon Michael Auon telah menyerukan penyelidikan atas korupsi negara, termasuk pelanggaran dan pencucian uang.
Sekedar informasi, tingkat inflasi tahunan Lebanon melonjak ke 89,74 persen pada Juni 2020. Ini menjadi tingkat tertinggi sejak Desember 2008.
Pada Mei, Inflasi Lebanon sebesar 56,53 persen, yang terjadi karena meningkatnya krisis ekonomi dan mata uangnya yang runtuh di tengah krisis politik.
Dilansir Reuters, Kamsi 6 Agustus 2020, Lebanon masuk ke dalam hiperinflasi yang sulit dibendung. Pound nilainya sudah terdegradasi hingga 80 persen dari dolar AS.
Pada sisi lain, harga naik lebih cepat terutama untuk makanan dan minuman hingga 246,62% pada Mei.
Transportasi naik 84,69%, pakaian dan alas kaki naik 344,81%, dan restoran-hotel 342,45%.
Dari 6,8 juta warga Lebanon, 1 dari lima di antaranya berstatus pengungi. Lebanon juga menghadapi masalah banjir pengungsi dari Suriah. Juga, serangan-serangan dari Israel dan sanksi Amerika untuk Hizbullah.
Sumber: BBC, Kompas, Reuters, CNN