Jhon Kei, Penembakan di Green Lake City, dan Fenomena Premanisme di Ibu Kota

Jhon Kei, Penembakan di Green Lake City, dan Fenomena Premanisme di Ibu Kota

Ahmad
2020-06-23 15:54:04
Jhon Kei, Penembakan di Green Lake City, dan Fenomena Premanisme di Ibu Kota
Nama John Kei sendiri tak asing di ibu kota. Dia dan kelompoknya beberapa kali terlibat kasus hukum. Pada 2013 misalnya, John Kei dan beberapa anak buahnya dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana terhadap bos PT Sanex Steel Indonesia, Tan Harry Tantono. Foto: Istimewa

John Refra alias John Kei dan kelompoknya kembali menggemparkan publik karena lagi-lagi berurusan dengan kepolisian akhir pekan lalu.

John Kei dan puluhan anak buahnya ditangkap karena dugaan penyerangan disertai penembakan di Perumahan Green Lake City, Kota Tangerang, Banten dan penganiayaan di Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, pada waktu yang hampir bersamaan, Minggu 21 Juni 2020.

Baca Juga: Nus Kei Kepada Jhon Kei: Orang Kei di Jakarta Harus Damai

Aksi penyerangan dan penganiayaan itu tersebut dipicu karena adanaya masalah pribadi antara John Kei dengan pamannya sendiri, Nus Kei terkait sengketa lahan di Ambon, Maluku. 

John Kei disebut kecewa dengan uang bagi hasil penjualan lahan tersebut.

Nama John Kei sendiri tak asing di ibu kota. Dia dan kelompoknya beberapa kali terlibat kasus hukum. Pada 2013 misalnya, John Kei dan beberapa anak buahnya dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana terhadap bos PT Sanex Steel Indonesia, Tan Harry Tantono.

Dia divonis 16 tahun penjara dan baru saja mendapatkan bebas bersyarat pada Desember 2019 lalu.

Kelompok preman besar di Jakarta banyak mengusung kharisma tokoh hingga etnisitas wilayah atau marga tertentu. Kelompok seperti John Kei berkembang dengan basis ikatan persaudaraan sekampung di daerah asal, yakni Pulau Kei di Maluku.

Kelompok preman pasti memiliki punya struktur koordinasi yang cukup rapi antaranggota.

Ciri khas kelompok preman besar tentu dikombinasikan dengan bekingan oleh oknum yang memiliki kekuasaan dan kekuatan.

Oknum tersebut bisa dari kalangan eksekutif dan legislatif baik di tingkat pusat atau daerah, bahkan aparat keamanan hingga kelompok bisnis.

Relasi yang terjalin antara oknum yang membekingi dan preman dipastikan bersifat simbiosis mutualisme alias saling menguntungkan satu sama lain.

Di satu sisi para pembeking membutuhkan jasa preman untuk mengamankan kekuasaan hingga memberikan keamanan dan perlindungan. Di sisi lain, preman mendapatkan keuntungan finansial atau proyek tertentu hingga mendapatkan perlindungan untuk menjalankan aksi-aksi premanisme di jalanan.

Contoh bentuk keuntungan finansial, misalnya para preman itu mendapat jatah penguasaan lahan seperti perparkiran, pasar-pasar hingga proyek pembukaan lahan baru untuk bisnis.

Dengan kehadiran oknum pelindung itulah yang membuat kelompok preman tumbuh pesat dan besar di Jakarta sehingga sulit dibasmi.

Kriminolog dari Universitas Indonesia Ferdinand Andi Lolo menilai pelbagai aksi yang dilakukan kelompok preman selama ini seharusnya digolongkan sebagai organisasi kejahatan yang melakukan aksi kriminal secara terorganisir.

Ia menyatakan selama ini pihak kepolisian justru mereduksi aksi-aksi kriminalitas kelompok preman tersebut dengan menyebut sebatas aksi premanisme.

"Jadi beda preman dan organisasi kejahatan. Sebenarnya itu aksinya bukan aksi premanisme lagi, tapi levelnya aksi kejahatan terorganisir yang dilakukan oleh organisasi kejahatan," kata Ferdinand.

Ferdinan menilai level penanganan kelompok preman kelas kakap di Indonesia masih sebatas level penanganan premanisme. Seharusnya kepolisian dapat bertindak secara lebih tegas seperti menangani pelaku tingkat kejahatan terorganisir.

Justru sebaliknya, Ferdinand menilai polisi juga hanya memproses hukum mereka dengan label kasus pengeroyokan, pembunuhan, perusakan secara parsial.

Baca Juga: Polisi Ungkap Hubungan Keluarga Antara Jhon Kei dan Nus Kei

Untuk itu, Ferdinand menyatakan pemberantasan kelompok preman di Jakarta maupun Indonesia secara keseluruhan bergantung pada kemauan kepolisian.

Ia memandang aparat penegak hukum Indonesia saat ini memiliki sumber daya yang besar untuk memberantas kelompok tersebut. Salah satunya sumber daya intelijen yang tergolong memadai.

Sumber daya intelijen itu seharusnya bisa dimanfaatkan untuk melakukan deteksi dini terhadap aksi-aksi premanisme.


Share :

HEADLINE  

Kaesang Optimis PSI Tembus Senayan Minta Kader Kawal Real Count

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 17, 2024 09:44:02


Hasil Real Count KPU Sulawesi Tengah: Suara PSI Tembus 4,17%

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 21:11:41


Pemuka Agama Himbau Semua Terima Hasil Pemilu, Saatnya Rekonsiliasi

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 13:44:30