PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mengaku siap menjadi bank peserta atau bank jangkar apabila ditunjuk oleh pemerintah maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bank peserta sendiri adalah bank yang menerima penempatan dana pemerintah dan menyediakan dana penyangga likuiditas bagi bank pelaksana.
"Bank Mandiri siap mendukung apabila bank mandiri diminta untuk menjadi bank peserta," ujar Direktur Manajemen Risiko Ahmad Siddik Badruddin, Senin 8 Juni 2020.
Baca Juga: Ingin Berpergian Saat New Normal, Ini Syaratnya
Nantinya, bank peserta akan menyuntikkan dana penyangga likuiditas bagi bank pelaksana. Dana tersebut dibutuhkan lantaran bank pelaksana telah melakukan restrukturisasi kredit dan pembiayaan. Atas kondisi itu, Siddik mengaku maklum jika terdapat potensi ketidakcocokan (mismatch) pada bank pelaksana.
Aturan terkait bank jangkar ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
Sesuai aturan, tak sembarang bank bisa menjadi bank jangkar. Bank harus memenuhi syarat yakni, merupakan bank umum yang berbadan hukum Indonesia, beroperasi di wilayah Indonesia, dan paling sedikit 51 persen saham dimiliki oleh WNI.
Mereka merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian OJK. Selain itu, mereka juga termasuk dalam kategori 15 bank beraset terbesar.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar menyatakan likuiditas perseroan saat ini masih sehat. Namun, ia mengaku kesulitan merevisi target yang tercantum dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) lantaran Covid-19 memberikan ketidakpastian baik di domestik maupun global.
"Pada dasarnya kami ingin tumbuh, tapi situasi ini tidak mungkin. Ketidakpastian masih banyak masing-masing wilayah beda PSBB dan punya kebijakan sendiri-sendiri," katanya.
Ia menuturkan bank berlogo pita emas ini akan fokus pada tiga area utama di tengah pandemi. Pertama, fokus restrukturisasi debitur terdampak Covid-19 dengan mengedepankan asas kehati-hatian.
Kedua, melakukan efisiensi internal yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan efisiensi biaya. Ketiga, tumbuh selektif di sektor-sektor tidak terdampak Covid-19 seperti farmasi, telekomunikasi, dan FMCG.
Baca Juga: Ditengah Pandemi Corona, Lion Air Akan Terbang Lagi Setelah 2x di Setop
Pada kuartal I 2020, perusahaan dengan kode saham BMRI itu membukukan laba bersih sebesar Rp7,92 triliun sepanjang kuartal I 2020. Angka ini bertumbuh 9,44 persen dibandingkan tahun sebelumnya (year on year/yoy) yaitu Rp7,2 triliun.
Kendati mencetak pertumbuhan laba, namun pertumbuhan laba perseroan melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal I 2019, laba perseroan tercatat naik 23,43 persen secara tahunan.