Presiden Amerika Serikta (AS) Donald Trump mengancam Kelompok Antifa akan dimasukan dalam daftar teroris yang membahayakan. Kelompok ini dituduh sebagai provokator aksi anarkis dan kerusuhan pada aksi protes menentang pembunuhan warga kulit hitam oleh polisi.
Kecaman dan ancaman Trump ini pun mengundang pertanyaan publik karena diketahui Antifa sejatinya bukanlah organisasi terstruktur, melainkan aksi massa yang muncul tanpa adanya pemimpin dan hierarki organisasi. Selain itu menurut pengamat label kelompok teroris hanya bisa disematkan pada mereka kelompok milisi di luar negeri, bukan dalam negeri.
Antifa, Anti-Fasis
Dikutip dari New York Times , Antifa adalah singkatan dari anti-fasis. Kelompok ini tidak memiliki struktur organisasi dan markas, walau beberapa di antara mereka kerap rapat rutin di negara-negara bagian AS.
Baca juga: Rusuh Kematian George Floyd, Meluas Hampir ke Seluruh Amerika
Misi mereka adalah membela kelompok minoritas yang tertindas dan menentang rasialisme. BBC mencatat, kelompok ini punya sejarah di Eropa dalam melawan fasisme pada 1920 dan 1930-an. Antifa modern, seperti diulas di buku "Antifa: The Anti-Fascist Handbook" muncul pada 1980-an untuk menentang kelompok neo-Nazi di Barat.
Biasanya mereka muncul di acara-acara musik Skinhead untuk menentang pemahaman pro-Nazi. Pada awal 2000-an kelompok ini seakan mati suri, dan muncul kembali di pemerintahan Trump. Mereka sering muncul sebagai aksi tandingan dari kelompok sayap-kanan pembela Trump. Karena tak memiliki catatan organisasi, tidak diketahui berapa jumlah anggota Antifa di Amerika Serikat.
Antifa Identik dengan Kekacauan
Walau tidak memiliki struktur organisasi yang jelas, tapi yang pasti kelompok ini solid dalam melawan apa yang mereka tentang seperti disebut diatas. Selain itu kelompok ini dalam melancarkan aksi protesnya kerap identik dengan kekacauan.
Baca juga: Truk Tangki, Terobos Massa Aksi Protes Kematian George Floyd
Antifa dikenal melakukan protes dengan melakukan perusakan sarana publik dan toko-toko. Mereka identik dengan bom Molotov, batu, atau tongkat. Dalam buku “Antifa: The Anti-Fascist Handbook” disebutkan, Antifa meyakini penggunaan kekerasan diperlukan untuk melawan kelompok rasis dan fasis yang mengancam masyarakat. Dengan kekerasan ini juga, suara perlawanan mereka terhadap rasialisme akhirnya didengar oleh pemerintah.
Menurut pengakuan Scott Crow, mantan aktivis Antifa selama 30 tahun, kepada CNN menuturkan bahwa kekerasan yang mereka lakukan adalah bentuk pertahanan diri. Dia juga meyakini perusakan properti bukanlah bentuk kekerasan.
"Selalu ada tempat untuk kekerasan. Apakah ini dunia yang ingin kita tinggali? Tidak. Apakah ini dunia yang ingin kita ciptakan? Tidak. Tapi apakah kami akan melawan? Ya," kata Crow.