Olahraga pencak silat dikenal di dunia sebagai salah satu olahraga bela diri asli milik Indonesia. Selain pencak silat, ternyata masih banyak lagi olahraga bela diri yang menjadi kekayaan Indonesia, salah satunya adalah olahraga Ndikar. Ndikar sendiri merupakan olahraga bela diri mili suku Karo, Sumatera Utara. Diluar masyarakat Karo, Ndikkar ini sering kali disebut dengan silat karo.
Ndikkar sendiri merupakan olahraga bela diri yang memiliki ciri khas tersendiri hingga memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan olahraga bela diri lainnya di Indonesia. Ndikkar sendiri merupakan perpaduan antara ketrampilan bela diri dan ketrampilan seni menari. Sehingga kita kerap menyaksikan gerakan tarian dalam pertarungan ndikar. Sementara Pandikar adalah kata sebutan bagi orang-orang yang mendalami ilmu bela diri ini ataupun orang-orang yang memiliki ilmu bela diri ndikar.
Dalam pertarungan, para Pandikar akan diiringi dengan alunan musik khas masyarakat karo. Gerakan para Pandikar biasanya disesuaikan dengan alunan musik yang tengah dimainkan sehingga tampak menjadi sebuah tarian namun diwarnai pertarungan.
Dalam sebuah pertarungan, pandikar akan berusaha menunjukkan seberapa dalam ilmu bela diri yang dimilikinya. Jurus-jurus terbaik akan dikeluarkan oleh pandikar untuk dapat menaklukan lawannya dalam pertarungan.
Pertarungan sendiri akan dimulai dalam tempo musik yang lamban dimana para Pandikar akan menari dengan mengikuti irama musik. Dalam kesempatan ini, para Pandikar biasa memberikan salam hormat kepada lawannya. Selanjutnya mereka akan melakukan pemanasan dengan tarian sembari mengintip kelemahan sang lawan.
Ketika tempo musik ditingkatkan, para pandikar akan mulai saling menyerang dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya. Seiring semakin naiknya tempo musik, intensitas serangan akan semakin banyak dan mereka akan berusaha saling menaklukkan satu sama lain.
Selanjutnya musik berangsur mulai melambat dan kembali ke tempo awal, pergerakan sang pandikar juga ikut melambat dan akhirnya ditutup dengan gerakan saling memberikan penghormatan kepada lawan.
Seiring dengan kemajuan zaman, seni bela diri Ndikkar ini semakin ditinggalkan dan diambang kepunahan. Saat ini, tidak banyak anak muda Karo yang memiliki minat untuk mengembangkan seni bela diri suku Karo ini.
Para Pandikkar saat ini jumlah tidak banyak dan rata-rata sudah berusia cukup tua. Kondisi semakin diperparah dengan tidak banyak anak muda yang berminat menjadi pandikar di Karo.
Kedepan, seluruha elemen masyarakat Karo diharapkan untuk lebih peduli terhadap olahraga Ndikkar. Harapan ini tentunya agar Ndikkar tidak sampai punah dan menjadi warisan kebudayaan Karo untuk masyarakat dunia khususnya di bidang bela diri.
Penulis: Stepanus Purba
Editor: Enda Tarigan