Kabar meninggalnya Didi Kempot cukup mengejutkan banyak pihak. Pria dengan nama asli Didi Prasetyo meninggal dunia, Selasa, 5 Mei 2020 pagi ini di RS Kasih Ibu Solo.
Nama Didi Kempot tentunya sudah tidak asing lagi di dunia musik tanah air. Ia sukses membuat ambyar dengan berbagai lagunya bertema patah hati. Istilah tersebut sering dipakai penggemar Didi Kempot, Sad Bois dan Sad Gerls, atau biasa disebut Sobat Ambyar.
Karena kepiawaiannya membawa
pendengar larut dalam emosi ketika mendengar lantunan suara merdunya.
Pria ini juga dijuluki The Godfather of Broken Heart alias Bapak Patah Hati Nasional. Julukan itu tercetus
saat Didi Kempot tampil di acara Bakdan Ing Balekambang di Taman Balekambang Solo, 9 Juni 2019. Kemudian, gelar tersebut disahkan dalam Musyawarah Nasional Pengukuhan Awal Solo Sad Bois Club, di Rumah Blogger Indonesia,15 Juni 2019.
Namun, kesuksesan pria yang bernama asli Didik Prasetyo tersebut tentunya tak datang begitu saja. Ia meraih impiannya menjadi musisi terkenal dengan tekad kuat dalam waktu yang cukup panjang.
Didi Kempot memulai kariernya pada 1984 sebagai pengamen. Bermodalkan ukulele dan gendang, dia mulai mengamen di kota kelahirannya Solo, Jawa Tengah, selama 3 tahun (1984—1986).
Setelah menjalani kehidupannya sebagai pengamen di Solo, Didi Kempot mengadu nasib ke Yogyakarta.
Didi Kempot menjadikan Malioboro sebagai tempat unjuk kebolehan. Selama itu, dia menyanyikan lagu keroncong dangdut (congdut) yang kemudian dikenal masyarakat dengan musik campursari.
Kemudian pada 1988, penyanyi campursari asal Solo tersebut mulai menginjakkan kaki di Jakarta. Didi Kempot kerap berkumpul dan mengamen bersama teman-temannya di daerah Slipi, Palmerah, Cakung, maupun Senen. Nah, saat inilah julukan Kempot yang merupakan kependekan dari kelompok pengamen trotoar terbentuk.
Sambilan mengamen di Jakarta, Didi Kempot dan temannya mencoba rekaman. Saat itu jugalah mereka menitipkan kaset rekaman ke beberapa studio musik di Jakarta. Setelah beberapa kali gagal, akhirnya mereka berhasil menarik perhatian label Musica Studio.
Atas kerja kerasnya pada 1989, Didi kempot mulai meluncurkan album pertamanya. Salah satu lagu andalan di album tersebut adalah Cidro.
Lagu Cidro diangkat dari kisah asmara Didi Kempot yang gagal. Jalinan asmara yang ia jalani bersama kekasih tidak disetujui oleh orang tua wanita tersebut. Sejak saat itulah Didi Kempot mulai sering menulis lagi bertema patah hati.
Tah berhenti disitu saja, pada 1993, penyanyi asal Solo tersebut mulai tampil di luar negeri, tepatnya di Suriname, Amerika Selatan. Lagu Cidro yang dibawakan sukses meningkatkan pamornya sebagai musisi terkenal di Suriname.
Selanjutnya, Didi Kempot menginjakkan kakinya di Benua Eropa. Pada 1996, ia mulai menggarap dan merekam lagu berjudul Layang Kangen di Rotterdam, Belanda.
Kemudian, Didi Kempot pulang ke Indonesia pada 1998 untuk memulai kembali profesinya sebagai musisi. Tak lama setelah pulang kampung, pada era reformasi, 1999, dia mengeluarkan lagu Stasiun Balapan.
Kembalinya Didi Kempot ke Indonesia ternyata membuat kariernya makin moncer. Hal itu dibuktikan dengan keluarnya lagu-lagu baru pada awal 2000-an. Seperti dilansir Wikipedia, beberapa lagunya adalah Plong (2000), Ketaman Asmoro (2001), Poko’e Melu (2002), Cucak Rowo (2003), Jambu Alas (2004), dan Ono Opo (2005).
Nama Didi Kempot kembali meroket setelah mengeluarkan lagu Kalung Emas pada 2013 lalu. Kemudian pada 2016, dia mengeluarkan lagu Suket Teki. Lagu tersebut juga mendapatkan apresiasi yang tinggi dari warga Indonesia.