Mengenal Tradisi Lapo, Tempat Bernyanyi dan Berbagi Masyarakat Batak

Mengenal Tradisi Lapo, Tempat Bernyanyi dan Berbagi Masyarakat Batak

Dedi Sutiadi
2020-05-02 06:30:00
Mengenal Tradisi Lapo, Tempat Bernyanyi dan Berbagi Masyarakat Batak
Ilustrasi para muda-mudi yang tengah mengahbiskan malam di sebuah Lapo. (Foto: Istimewa)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lapo berasal dari kata lepau. Dahulu istilah ini merujuk kepada beranda di belakang rumah yang dipergunakan sebagai dapur. Di Sumatra, tempat ini selalu identik dengan rumah makan.

Sesuai dengan aksen Batak, lepau terlafal menjadi lapo. Tradisi lapo Batak lahir dari konsep pemukiman Batak tradisional (huta) yang ada di Tanah Batak, sekitaran Danau Toba, Tapanuli Utara.

Menurut Lolita Susan Ginzel, laki-laki Batak pada masa lampau sesudah lelah bekerja di sawah ataupun ladang kerap berkumpul melepas lelah sembari marnonang (bercakap-cakap). Saat itu, dari pihak keluarga biasanya ada saja yang datang untuk menyuguhkan tuak –minuman khas Batak dengan kadar alkohol rendah– untuk menghangatkan badan. Namun seiring makin ciutnya lahan pertanian, justru berbanding terbalik dengan bertambahnya populasi. Suguhan tuak gratis pun tidak memungkinkan lagi. Tempat-tempat berkumpul yang ada sebelumnya beralih fungsi menjadi kegiatan komersil .

“Maka timbullah istilah lapo yang berasal dari kata lepau yang berarti kedai tempat berjualan,” tulis Lolita dalam skripsi antropologi berjudul “Lapo Tuak Arena Interaksi Sosial bagi Masyarakat Batak Toba” di Universitas Indonesia.

Pada dekade 1950-an, lapo bertransformasi. Yang dihidangkan tak cuma tuak, tetapi juga tambul (daging) – umumnya daging babi yang diolah khas masakan Batak – dan ikan mas. Dalam perkembangan selanjutnya, lapo sudah menjadi rumah makan yang menyajikan kuliner khas Batak.

“Lapo, bar ala Batak Toba memegang peranan penting dalam kehidupan sosial orang Batak Toba,” tulis Basyral Hamidy Harahap dan Hotman Siahaan dalam Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak.

Tujuan mengunjungi lapo pun tidak sekedar mengisi perut. Lapo menjadi arena interaksi sosial, ajang kongkowyang bisa menawarkan hiburan bahkan inspirasi bagi pengunjungnya. Kebiasaan orang Batak yang suka bernyanyi pun kerap ditumpahkan di lapo. Maka tidak heran, banyak musisi pop Batak ternama yang menapaki kiprahnya dari “kelas lapo”.

Seniman dan komponis kondang Nahum Situmorang adalah salah satunya. Banyak lagu-lagunya tercipta tatkala menghabiskan waktu nongkrong di lapo. Lagunya yang berjudul Lisoi, menggambarkan bagaimana lapo menjadi tempat melepas penat.


Share :

HEADLINE  

Kaesang Optimis PSI Tembus Senayan Minta Kader Kawal Real Count

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 17, 2024 09:44:02


Hasil Real Count KPU Sulawesi Tengah: Suara PSI Tembus 4,17%

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 21:11:41


Pemuka Agama Himbau Semua Terima Hasil Pemilu, Saatnya Rekonsiliasi

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 13:44:30