Direktur Eksekutif Lokataru
Foundation Haris Azhar ditantang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
membeberkan keberadaan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan
menantunya, Rezky Herbiyono secara terbuka.
“Tentunya kami berharap Haris
Azhar bisa membeberkan secara terbuka, datang lagi ke KPK, sampaikan di mana
tempatnya, siapa yang melakukan penjagaan. Sehingga tidak terjadi polemik,”
kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri, Selasa 18 Februari 2020.
Ali menyebut, penetapan Nurhadi
beserta dua orang tersangka lainnya yakni Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto
ke dalam daftar pencarian orang (DPO) telah melalui prosedur hukum.
“Sudah melalui prosedur hukum yang
kami lakukan di KPK dari mulai pemanggilan hingga seterusnya, sampai bantuan penangkapan
dan DPO,” tegas Ali.
Sebelumnya, Haris Azhar mendapat
informasi bahwa Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiono berada di salah satu
apartemen mewah di kawasan DKI Jakarta. Menurutnya, Nurhadi dan Rezky mendapat
pengawalan super ketat di apartemen tersebut.
“KPK nggak berani datang untuk mengambil
Nurhadi, karena cek lapangan ternyata dapat proteksi yang cukup serius, sangat
mewah proteksinya. Artinya apartemen itu nggak gampang diakses oleh publik,
lalu ada juga tambahannya dilindungi,” kata Haris Senin 17 Februari 2020.
Sebelumnya, Nurhadi yang menjabat
Sekretaris MA kala itu bersama menantunya diduga menerima sembilan lembar cek
atas nama PT. MIT dari tersangka Hiendra untuk mengurus perkara peninjauan
kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT
KBN (Persero).
Nurhadi dan Rezky dijadikan
tersangka karena melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider
Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, Hiendra dijadikan
tersangka karena melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf
b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.