Gunung Tangkuban Perahu merupakan salah satu destinasi wisata bagi para turis lokal maupun mancanegara yang berada di wilayah perbatasan antara Kabupaten Subang dengan Bandung Barat. Dibalik keindahan Gunung yang terkenal dengan legenda Sangkuriang ini menyimpan cerita misteri dan kental dengan hal-hal yang berbau mistis.
Dari dahulu hingga sekarang, pengunjung maupun pendaki gunung seringkali mengalami kejadian yang misteri dan aneh, mulai dari melihat penampakan sampai tersesat di hutan. Dan sempat ada cerita misteri dilarang menyebut dan membawa ikan emas ke lokasi tersebut.
Baca Juga:
Kisah Mistis Ojol Antar Sosok Gaib Bernama Cindy dari Bandung ke Subang
Kisah Mistis dari Seorang Pengendara saat Melawati Tol Cipularang, Dikagetkan Sosok Bayangan Hitam
Salah satu fenomena yang pernah terjadi adalah keluarnya asap hitam yang sangat tebal dari Kawah Ratu. Peristiwa itu disaksikan langsung anak juru kunci atau kuncen Tangkuban Parahu, Ema Aling yang merupakan warga Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, saat nenek yang kini berusia 83 tahun lebih itu diajak orangtuanya, Madpai binti Nawapi untuk melihat kawah Tangkuban Parahu.
"Saat emak (nenek) usianya 10 tahunan diajak bapak ke sana, katanya biar tahu kawah. Lalu ada seorang anak kecil yang berbicara ikan mas, tiba-tiba langsung keluar kabut hitam sangat pekat, sampai-sampai tangan pun tidak terlihat," kata Ema Aling.
Walaupun sampai saat ini tidak tahu apa penyebabnya, warga asli Desa Cikole ini percaya jika orangtua pada zaman dahulu pantangan membawa ikan mas ke Tangkuban Parahu. "Jangankan membawa, mengucapakan kata ikan mas pun dilarang kalau ke Tangkuban Parahu," ujarnya.
Mitos lainnya dan tidak banyak orang yang tahu adalah jika di Kawah Ratu terdapat keraton yang sangat megah hingga sekelompok orang yang bermain gamelan, tetapi hal mistis itu hanya dapat dilihat oleh orang tertentu saja.
Menurut kisah yang diceritakan nenek moyang masyarakat sekitar Tangkuban Parahu, keraton tersebut sangat angker karena merupakan tempat bersemayamnya arwah para leluhur. Serta merupakan pusat kerajaan bangsa jin.
Aling bahkan masih ingat ketika setelah jaman kemerdekaan, mantan Presiden Soekarno pernah menyempatkan berkunjung dan melakukan ritual di sekitar Kawah Ratu.
"Saat beranjak remaja, emak melihat bapak Soekarno di Kawah Ratu. Pada waktu itu belum seramai seperti sekarang, belum ada warung-warung pedagang. Dulu itu cuma ada dua bangunan di sekitar kawah, yaitu menara pengawas dan restoran. Bangunannya juga belum tembok, masih kayu," bebernya.
Aling melanjutkan, kisah jaman dahulu yang terjadi di Tangkuban Parahu juga pernah dialami pedagang yang tengah menunggu pembeli. Pedagang tersebut mengaku melihat sesosok penunggang kuda misterius yang tiba-tiba langsung menghilang.
"Si penjaga warung itu bilang 'mudah-mudahan aya jurig tumpak kuda (ada jin naik kuda)' karena warungnya sangat sepi. Tak disangka, ternyata datang seperti orang naik kuda, setelah mendekat ke warung, penunggang kuda itu lalu menghilang," ungkapnya.
Menurut Aling, aturan yang harus ditaati pengunjung maupun pendaki di Tangkuban Parahu adalah menjaga sopan santun, jangan sompral, tidak membunuh satwa liar sekitar hutan serta patuh terhadap adat istiadat warga setempat.
Terlepas dari mitos dan cerita mistis yang terjadi, warga setempat percaya jika Tangkuban Parahu hingga kini masih angker. Oleh karena itu, komunitas adat di sekitar kaki gunung masih memegang teguh warisan karuhun dengan rutin mengadakan ruwatan dan tolak bala agar dihindarkan dari marabahaya.
Baca Juga:
Kisah Misteri Batu Kursi di Purwakarta, Dipercaya Ada Kaitan dengan Legenda Sangkuriang
Kisah Mistis Situs Batu Peti di Purwakarta, dari Kejadian Aneh Hingga Penampakan Gaib
Horror! Kuda Sembrani yang Selalu Ganggu Kuda Betina Milik Manusia
"Orangtua jaman dulu sering mengadakan tradisi ruwatan di Kawah Ratu dengan membawa berbagai sesajen seperti rujak kelapa, pisang, roti, candil, sayur kelor, ayam bakakak, tumpeng dan lain-lain, tepatnya di malam Selasa dan malam Jumat Kliwon," tuturnya.
Namun seiring perkembangan jaman, kepedulian terhadap alam dan kepercayaan menjaga warisan budaya sebagai penghormatan terhadap penguasa gunung dan hutan semakin terkikis. "Ruwatan adalah tradisi kepercayaan nenek moyang sejak jaman dahulu. Bukan bentuk kemusyrikan, karena tidak ada Tuhan selain Allah yang patut disembah," tambahnya.
Sumber: mediaindonesia.com