Situ Gede merupakan salah satu objek wisata yang berada di Kelurahan Linggajaya, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. Dibalik keindahan dan kesejukannya ternyata juga menyimpan mitos dilarang berkunjung bagi warga yang berasal dari Kabupaten Sumedang.
Mitos itu berkembang bukan tampa alasan. Area Situ Gede yang luasnya 47 Haktare terdapat makam Eyang Prabudilaya yang merupakan salah satu keluarga kerajaan Sumedang Larang. Makam tersebut diyakini masyarakat berada di tengah bukit rimbun di Situ Gede.
Baca Juga: Pendopo Kabupaten Tasik Kerap Terdengar Suara Makhluk Astral, Begini Cerita dari Petugas Satpol PP
Baca Juga: Makam dan Gua Pamijahan di Tasikmalaya ini Disebut-sebut Dapat Tembus Menuju Makkah, Benarkah?
Nandang Suherman, kuncen atau sesepuh Situ Gede, mengatakan, Eyang Prabudilaya merupakan sosok penyebar Islam di Tasikmalaya yang berasal dari Sumedang. Dia mengembara dan keluar dari lingkungan kerajaan untuk mencari dan mendalami ilmu ke Tasikmalaya.
Dalam mencari dan mendalami ilmu tersebut, lanjut Nandang, Eyang Prabudilaya sering melakukan tapa atau mati geni. Suatu ketika, keberadaannya tidak diketahui oleh kedua istrinya, Sekar Karembong dan Sembahdalem.
Muncul kecurigaan dari kedua istrinya itu, saat keberadaan Prabudilaya diketahui, keduanya sepakat untuk membunuhnya. Dan terjadi pembunuhan itu hingga Prabudiyala meninggal dunia.
Setelah meninggal, istri pertamanya, Sekar Karembong, berniat menguburkan jenazah Eyang Prabudilaya dibantu dua murid atau pengawalnya. Mereka kebingungan mencari tempat penguburan hingga melewati beberapa daerah di Tasikmalaya.
Tempat-tempat yang pernah disinggahi oleh Sekar Karembong dan dua murid Eyang Prabudilaya itupun dijadikan nama wilayah di Kota Tasikmalaya.
Melihat satu bukit di wilayah Situ Gede, akhirnya diputuskan untuk menguburkan jenazah Eyang di sana. Tetapi kemudian, Sekar Karembong khawatir dua murid eyang membocorkan pembunuhan ke pihak kerajaan dan akhirnya dua murid itu dibunuh juga.
Dari cerita itu, lanjut Nandang, muncul mitos yang kini diyakini masyarakat sekitar. Mitos itu pernah menjadi kenyataan sekitar tahun 1990-an. Saat itu, perahu rakit yang membawa rombongan terbalik di tengah Situ karena angin kencang.
Baca Juga: Sumur Jalatunda di Jateng, Sumur Besar Dapat Mengabulkan Keinginan, Begini Ritualnya
Rakit yang terbuat dari bambu itu ditumpangi tiga orang, beruntung semua penumpang berhasil diselamatkan. Waktu ditanya asal, ada satu penumpang bilang dari Sumedang. Mitos itu sudah berkembang di masyarakat. Percaya atau tidaknya ya kembali ke diri masing-masing saja. Tetapi dari kejadian itu jadi sebuah kebiasaan kalau ada yang ingin menaiki perahu, pemilik suka menanyakan tempat asal.
sumber: ayobandung.com