Keputusan Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh bangsa, termasuk mantan Presiden Soeharto dan Abdurrahman Wahid, menuai perhatian luas dari media internasional. Sorotan terbesar datang terhadap pemberian gelar untuk Soeharto, yang dikenal memiliki rekam jejak kepemimpinan penuh kontroversi.
Sejumlah media asing menulis bahwa langkah ini memunculkan perdebatan baru di Indonesia. Media asal Qatar, Al Jazeera, dalam artikelnya menyoroti bagaimana Soeharto disebut sebagai pahlawan nasional “meskipun masa pemerintahannya ditandai oleh tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.” Media tersebut juga menyinggung adanya kritik dari kalangan aktivis yang menilai keputusan itu bertentangan dengan nilai demokrasi.
Sementara BBC menulis bahwa Indonesia kini memberi gelar kehormatan kepada “mantan pemimpin otoriter” yang selama masa kekuasaannya banyak memunculkan perdebatan terkait korupsi dan pembatasan kebebasan sipil. Media Inggris ini menyebutkan bahwa keputusan tersebut memicu reaksi keras dari sebagian masyarakat.
Laporan serupa datang dari The Guardian, yang menggambarkan adanya “kemarahan publik” terhadap langkah pemerintah Indonesia. Dalam laporannya, media itu menulis bahwa kebijakan ini memunculkan kekhawatiran tentang upaya melunakkan citra masa lalu pemerintahan Soeharto.
Kantor berita Reuters juga menyoroti fakta bahwa Presiden Prabowo adalah mantan menantu Soeharto. Reuters menyebut bahwa penganugerahan ini memicu kritik dari kelompok pro-demokrasi dan keluarga korban yang terdampak pada masa kekuasaan Soeharto.
Sementara itu, AFP dari Prancis menyoroti aspek sejarah dan respons publik terhadap langkah tersebut. Menurut laporan mereka, penghargaan ini memperlihatkan bagaimana Indonesia masih bergulat dengan warisan politik masa lalu yang kompleks.
Sorotan media global menunjukkan bahwa keputusan pemerintah Indonesia dalam memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto tak hanya berdampak di dalam negeri, tetapi juga menjadi perhatian dunia, membuka kembali perbincangan tentang warisan politik, hak asasi manusia, dan memori sejarah bangsa.




