Mark Zuckerberg, CEO Meta Platforms, harus menerima kenyataan bahwa kekayaannya merosot tajam setelah saham Meta mengalami penurunan signifikan. Dalam daftar Bloomberg Billionaires Index terbaru, Zuckerberg turun ke posisi kelima setelah sebelumnya sempat menduduki peringkat ketiga orang terkaya dunia. Penurunan ini mencerminkan betapa fluktuatifnya kekayaan para pengusaha teknologi di tengah persaingan industri AI yang semakin intens.
Penyebab utama kemerosotan kekayaan Zuckerberg adalah reaksi pasar terhadap langkah agresif Meta dalam berinvestasi di infrastruktur kecerdasan buatan. Perusahaan mengumumkan rencana penerbitan obligasi senilai USD 30 miliar untuk membiayai pengembangan teknologi AI dan pusat data. Meski bertujuan jangka panjang, langkah tersebut menimbulkan kekhawatiran investor mengenai meningkatnya beban utang dan risiko terhadap profitabilitas perusahaan.
Akibatnya, saham Meta anjlok lebih dari 11 persen dalam satu hari—penurunan terbesar sejak 2022. Penurunan ini menghapus sekitar USD 29 miliar dari kekayaan pribadi Zuckerberg dalam waktu singkat. Dengan nilai saham yang melemah, posisi Zuckerberg pun tergeser oleh tokoh-tokoh seperti Jeff Bezos dan Larry Ellison dalam daftar miliarder dunia.
Banyak analis menilai bahwa keputusan Zuckerberg untuk berfokus pada AI adalah strategi berani namun berisiko. Pengeluaran modal (capex) Meta diperkirakan mencapai lebih dari USD 118 miliar tahun ini, angka yang memicu pertanyaan tentang seberapa cepat investasi tersebut dapat memberikan hasil nyata. Sementara itu, investor tampak menunggu bukti konkret bahwa strategi AI Meta benar-benar mampu memperkuat kinerja bisnis jangka panjang.
Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi para pelaku industri teknologi: di era AI, peluang besar selalu datang bersama risiko besar pula. Bagi Mark Zuckerberg, tantangannya kini bukan sekadar memulihkan harga saham, tetapi juga membuktikan bahwa taruhan besar di dunia AI akan membawa Meta—dan dirinya—kembali ke puncak.






