Hari kedua Bali Digital Fashion Week 2022 diisi dengan
beragam kegiatan menarik mulai dari Workshop, Talkshow, AR Fashion Show,
Suistainability Fashion Show, hingga Sharing Session.
Salah satu Talkshow yang dihadirkan mengusung tema “Indonesia Culture Into Digital Fashion & WEB3”. Bersama dengan sejumlah pembicara dari mancanegara, talkshow ini membahas mengenai budaya Indonesia dan bagaimana peluangnya untuk diimplementasikan pada digital fashion dan Web3.
Talkshow Indonesia Culture Into Digital Fashion & WEB3
Dipandu oleh CO Founder MAJA Labs, Muhammad Ibnu Adam, talkshow
Indonesia Culture Into Digital Fashion & WEB3 menghadirkan narasumber para
pelaku industri fashion dari mancanegara. Mereka adalah Founder TIALS WORLD
Stephanie, CEO FAVOURSE Simon Smaluhn, serta Fashion Ekspert & Designer
Daria Tianaliarr Jaque.
Kekuatan Fashion Indonesia
Menurut salah satu pembicara, Stephanie mengungkapkan bahwa
yang menjadi salah satu kekuatan Indonesia adalah industri kreatif. Dimana
banyak sekali seniman lokal dan komunitas yang terus berkerya di negeri ini termasuk
di Industri . Selain itu, Indonesia kaya dengan budaya dengan berbagai ciri
khas pakaian masing-masing.
“Menurut saya salah satu keuatan yang dimiliki oleh
Indonesia adalah industri kreatifnya. Entah kamu bekerja sama dengan seniman
lokal seperti di Bali banyak sekali seniman, sehingga banyak sekali komunitas kreatif
disini dan begitu pula dengan provinsi lainnya. Masing-masing daerah memiliki
ciri khas masing-masing seperti batik, dan baju adat lainnya,” ungkap Founder
TIALS WORLD Stephanie.
Peluang Budaya Indonesia Masuk ke Digital Fashion dan Web3
Indonesia dinilai memiliki peluang yang sangat besar untuk
memasukan budayanya ke digital fashion dan Web 3. Fashion Ekspert &
Designer Daria Tianaliarr Jaque menjelaskan bahwa digital fashion membuat karya
menjadi semakin dikenal luas. Meski tak bisa menggantikan pakaian fisik,
digital fashion memberikan kesempatan lain bagi para pelaku kreatif.
“Saya pikir digital fashion dapat di implementasikan dimana
saja karena semua orang dapat memiliki akses kesana. Ketika seorang designer fashion
membuat digital fashion dan membuatnya menjadi NFT di Metaverse maka semua
orang di dunia bisa melihatnya. Jika fahion dalam bentuk fisik katakanlah hanya
bisa dijual di Bali, maka digital fashion yang dimuat di marketplace maka semua
yang tertarik dapat membelinya dan memakainnya di Metaverse, ini luar biasa”
kata Daria.
“Saya tidak berpikir digital fashion dapat menggantikan fashion
dalam bentuk fisik, namun ini memberikan kesempatan lebih bagi pelaku Industri
kreatif,” imbuhnya.
Selain itu, Staphanie menambahkan tentang fenomena batik di
gelaran G20 dimana mendapat banyak respon dari netizen mancanegara. Menurutnya,
Web3 justru bisa membawa batik sebagai salah satu budaya Indonesia untuk
mendunia.
“Saya pikir saya sangat tertarik dengan bagaimana perkembangan Web3 di Indonesia dan dunia akan melihatnya, kita bisa lihat di acara G20 dimana banyak pemimpin dunia memakai batik dan banyak yang membahasnya di Twitter. Namun mereka tidak mengetahui bahwa itu batik, kita harus membawanya ke level internasional dan saya pikir Web3 bisa,” ungkap Stephanie.
Baca juga: Hari Pertama BDFW 2022, Suguhkan AR Fashion Show hingga Phygital Fashion Show
Senada dengan kedua narasumber sebelumnya, Simon Smaluhn
juga mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk masuk ke dunia
digital fashion dan Web3 apalagi didukung oleh sejumlah pihak termasuk
pemerintah.
“Saya pikir ini adalah kesempatan besar terlebih Indonesia yang terus berkembang dengan berbagai support dari pemerintah, institusi, asosiasi, dan lainnya. Dan di Indonesia ada banyak sekali insan kreatif yang sering membuat event, jadi menurut saya ini adalah peluang besar,” ujar Simon.