Cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok resmi naik sebesar 12 persen pada 1 Januari 2022. Kenaikan tersebut diumumkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati.
Kenaikan tersebut membuat penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun depan ditargetkan bisa mencapai Rp 193,53 triliun. Namun, tarif cukai rokok naik itu akan menimbulkan dampak pada menurunnya jumlah tenaga kerja sebanyak 457 sampai 990 orang. Namun kebijakan tersebut harus tetap diambil.
Baca Juga: UMP DKI Jakarta Naik jadi Rp4,45 Juta
Cukai Rokok Naik 12 Persen di 2022
Dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani menaikkan cukai rokok pada 2022 sebesar rata-rata 12 persen. Artinya kenaikan tarif cukai rokok ini berbeda untuk setiap golongan.
Kenaikan tertinggi diterapkan pada golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) I dari tarif sebelumnya sebesar Rp 865 menjadi Rp 985 atau naik 13,9 persen.
“Kenaikan cukai rata-rata rokok adalah 12 persen. Tapi untuk SKT, Bapak Presiden meminta 4,5 persen. Jadi kita menetapkan 4,5 persen maksimal. Sedangkan kenaikan tarif rata-rata cukai Bapak Presiden memberikan arahan antara 10-12,5 persen, kita menetapkan di 12 persen,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Press Statement Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022, Senin (13/12/2021).
Sementara itu SKM IIA mengalami kenaikan 12,1 persen dari Rp 535 menjadi Rp 600 begitu juga dengan IIB naik Rp 14,3 persen dari Rp 525 menjadi Rp 600. Kemudian golongan SPM I juga naik dari Rp 935 menjadi Rp 1.065 atau meningkat 13,9 persen. Kemudian, SPM IIA naik dari Rp 565 menjadi Rp 635 atau 12,4 persen. Sedangkan SPM IIB naik dari Rp 555 menjadi Rp 635 atau naik 14,4 persen.
Sementara itu Sigaret Kretek Tangan (SKT) mengalami kenaikan paling rendah yaitu maksimal 4,5 persen. Untuk SKT IA tarifnya naik dari Rp 425 menjadi Rp 440 atau naik 3,5 persen.
Selanjutnya untuk SKT IB tarifnya naik dari Rp 330 menjadi Rp 345 atau 4,5 persen. Sedangkan SKT II naik dari Rp 200 menjadi Rp 205 atau naik 2,5 persen. Terakhir, SKT III naik dari Rp 110 menjadi Rp 115 atau 4,5 persen.
Namun, Sri Mulyani berharap, dengan kenaikan ini produksi rokok bisa ditekan dari 320,1 miliar batang menjadi 310,4 miliar batang atau turun sekitar 3 persen. Kemudian kenaikan cukai ini juga akan menaikkan indeks kemahalan dari 12,7 persen menjadi 13,78 persen.
Baca Juga: Daftar BUMN Kinerja Kinclong yang Membuat Laba Naik 356% Berkat Tangan Erick Thohir
Alasan Kenaikan Cukai Rokok
Sri Mulyani menjelaskan, bahwa kenaikan tarif cukai rokok adalah bentuk upaya menurunkan tingkat konsumsi rokok.
"Makin mahal berarti makin tidak bisa dijangkau dan itu tujuannya untuk mengurangi konsumsi (rokok)," ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, saat pemerintah tidak menaikkan tarif cukai rokok, konsumsi rokok domestik sempat meningkat pada 2019.
"Pada 2019 kita (pemerintah) tidak melakukan kenaikan (cukai rokok), konsumsi rokok meningkat 7,4 persen," kata Sri Mulyani.
"Kita (pemerintah) kemudian melakukan kenaikan cukai kembali dan langsung menurunkan jumlah konsumsi rokok domestik sebesar 9,7 persen pada tahun 2020," imbuhnya.
Lebih lanjut dia menuturkan bahwa total biaya kesehatan yang dikeluarkan negara akibat rokok sebesar Rp17,9 - 27,7 triliun dalam setahun, sedangkan Rp10.5-15,6 triliun dari total tersebut berasal dari BPJS Kesehatan.
"Rokok adalah pengeluaran terbesar kedua. Baik di perkotaan dan pedesaan, rokok adalah komoditas kedua tertinggi dari sisi pengeluaran rumah tangga, sesudah beras," ungkapnya.
Lebih lanjut Sri Mulyani juga mengatakan bahwa mayoritas bahan baku rokok di Indonesia berasal dari tembakau impor. Pertimbangan lain dari kenaikan cukai rokok ini juga adalah penyerapan tenaga kerja dan manfaat yang bisa diterima oleh masyarakat.
"Dari sisi tenaga kerja tembakau, manfaat yang diberikan sangat terbatas atau kecil," kata Sri Mulyani.
Baca Juga: Berkat Program Makmur Erick Thohir, Penghasilan Petani Jagung Naik, Ini Kata Arya Sinulingga
Daftar Lengkap Kenaikan Harga Rokok
SKM I: Naik 13,9 persen (Rp 1.905 per batang) menjadi Rp 38.100 per bungkus (20 batang)
SKM IIA: Naik 12,1 persen (Rp 1.140 per batang) menjadi Rp 22.800 per bungkus
SKM IIB: Naik 14,3 persen ( Rp 1.140 per batang) menjadi Rp 22.800 per bungkus
SPM I: Naik 13,9 persen (Rp 2.005 per batang) menjadi Rp 40.100 per bungkus
SPM IIA: Naik 12,4 persen (Rp1.135 per batang) menjadi Rp 22.700 per bungkus
SPM IIB: Naik 14,4 persen (Rp 1.135 per batang) menjadi Rp 22.700 per bungkus
SKT IA: Naik 3,5 persen (Rp 1.635 per batang) menjadi Rp 32.700 per bungkus
SKT IB: Naik 4,5 persen (Rp 1.135 per batang) menjadi Rp 22.700 per bungkus
SKT II: Naik 2,5 persen (Rp 600 per batang)menjadi Rp 12.000 per bungkus
SKT III: Naik 4,5 persen (Rp 505 per batang) menjadi Rp 10.100 per bungkus.