Sosok Hamli Ndigani pernah menjadi sorotan publik akibat dirinya masih SD mempertanyakan 'kenapa presiden cuma satu' ke Presiden Soeharto. Pertanyaan itu dilontarkan Hamli di acara Hari Anak 1994 silam.
Sejak Juli 2016 bertepatan dalam rangka Hari Anak Nasional yang jatuh tiap 23 Juli, videonya bertanya ke Presiden Indonesia ke-2 itu mulai tersebar luas di media sosial.
Dalam video itu Hamli bertanya ke Soeharto kenapa presiden di Indonesia cuma satu. Pertanyaan itu dilontarkan Hamli karena menilai Indonesia itu sangat luas. Presiden Soeharto mendengar pertanyaan itu langsung tertawa dan memberi penjelasan panjang lebar.
“Nama saya Hamli, dari Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Banggai. Saya mau tanya, mengapa presiden di Indonesia cuma satu padahal Indonesia sangat luas?” tanya Hamli.
“Ya, terang itu. Nanti kalau presiden itu hanya satu, untuk mimpin bangsa dan negara. Kalau sampai dua-tiga, itu nanti lantas tidak bisa berjalan dengan baik. Banyak pemimpin, banyak kapten, kemudian lantas ya negara menjadi rusak, gitu. Tapi terang bahwasanya presiden yang satu ini hanya melaksanaken yang jadi diputuskan oleh rakyat, melewati MPR, menentukan Garis Besar Haluan Negara,"
“Walaupun satu tapi sebenernya terikat kepada garis besar haluan negara. Terikat kepada pancasila. Terikat kepada Undang-Undang Dasar 1945. Jadi memang ndak boleh (presiden lebih dari satu]). Menurut undang-undangnya hanya satu, tidak boleh (lebih). Satu saja hanya untuk lima tahun, setelah lima tahun boleh dipilih lagi, untuk berapa? Lima tahun. Setelah lima tahun, kemudian atas pertanggungjawaban, bisa juga dipilih lagi, untuk berapa? Untuk lima tahun. Dan seterusnya,"
“Kenapa kamu tanya begitu? Heh? Kenapa? Siapa yang suruh, Siapa? Hahahahaha. Karena hanya ingin tahu saja? Kalau di rumah kan juga begitu, kan tidak ada bapak dua-tiga, ya tho? Bapak itu hanya satu tho. Ha iya, yang memimpin rumah tangga itu bapak mu, hanya satu juga. Hahaha," jawab Soeharto.
Kini Correcto.id merangkum fakta terbaru terkait Hamli Ndigani, bocah SD pernah bertanya 'kenapa presiden cuma satu' ke Presiden Soeharto. Berikut ulasannya:
1. Hamli sempat dikira telah diculik
Setelah melontarkan pertanyaan itu, Hamli sempat dikira publik telah diculik. Pasalnya, sosok Hamli tidak pernah muncul ke publik ditambah pada masa itu citra Soeharto dinilai sebagai sosok menakutkan bagi orang-orang yang suka mengkritik dirinya.
Nyatanya, Hamli masih ada hingga saat ini. Pria asal Kabupaten Banggai, Sulteng itu mengatakan, saat pulang dari kompetisi itu dirinya dijemput petugas pemerintah dan dibawa ke kantor bupati untuk menerima ucapan selamat.
Baca Juga: Ini Momen Kaget Erick Thohir Saat Bertemu Warga Desa Gunung Sugih Lampung
Ia juga diantar ke kantor Dinas Sosial Banggai. Ia mengingat kepala dinas menjanjikannya diangkat sebagai PNS jika sudah lulus SMA, karena telah mengharumkan nama Banggai. Namun, janji itu palsu membuat dirinya kecewa.
“Dibilang (netizen) saya sudah mati, sudah dikarungi. Saya masih di sini, saya masih hidup. Guru-guru dan keluarga saya masih hidup," kata Hamli dikutip dari Vice, Senin (29/06/2021).
2. Hamli bekerja sebagai juru servis elektronik
Kini, bapak beranak tiga itu sehari-harinya bekerja sebagai juru servis elektronik bermodal keberanian autodidak. Pria berusia 37 tahun itu membuka kios di Salakan, ibu kota Banggai Kepulauan yang berjarak 150-an km dari rumahnya di Desa Tataba. Dirinya lebih sering tinggal di kios dan baru pulang ke rumah tiap beberapa hari sekali.
3. Lahir dari keluarga miskin
Hamli mengaku lahir dari keluarga miskin. Dirinya sempat sekolah sampai SMA, namun tak lanjut kuliah karena kemiskinan keluarga. Dari empat bersaudara, hanya Hamli yang mengenyam wajib belajar 12 tahun.
Baca Juga: Gaya Unik Blusukan Jokowi, dari Walikota hingga Presiden
4. Hamli kenang Soeharto sebagai orang yang asyik saat dirinya menilai belum ada kesadaran pelanggaran HAM
Saat ditanya kesannya tentang Soeharto, Hamli mengaku Soeharto orang yang asyik, beribawa, dan tegas karena pada saat itu dirinya menilai belum ada pelanggaran HAM.
“Buat saya pribadi, orang asyik. Kalau saya, presiden yang melekat di diri saya, yang bagus waktu itu, ya cuma itu, Pak Harto. Karena saya lihat dia orang berwibawa, tegas orangnya, karena waktu itu belum ada (kesadaran soal pelanggaran) HAM," kata Hamli.