Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengharapkan mutasi virus SARS-CoV-2 varian E484K alias ‘Eek’ memiliki dampak cukup mengkhawatirkan, karena situs kebal terhadap pemberian vaksin sehingga memudahkan proses reinfeksi virus korona pada penyintas.
Lebih lanjut dugaan itu ia peroleh berdasarkan kajian dan hasil analisis sementara dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat dan sejumlah penelitian lainnya.
Baca Juga: Perkembangan Banjir Bandang NTT, BNPB Sebut 138 Korban Tewas 61 Lainnya Hilang
“E484K ini membantu virus corona menghindari antibodi sehingga lebih mudah menginfeksi penyintas Covid-19 dan orang yang sudah divaksinasi,” kata Zubairi melalui cuitan di akun twitter resmi @ProfesorZubairi.
Lebih lanjut Zubairi juga menjelaskan, varian asal Jepang ini mengandung tidak hanya satu, tetapi dua mutasi mengkhawatirkan dalam komposisi genetiknya.
Varian corona Eek ini menurutnya merupakan mutasi varian P.1 dari Brasil yang diketahui memiliki tingkat keparahan lebih tinggi pada penularan di kalangan anak muda.
Ia juga menjelaskan, dalam sebuah pengujian di laboratorium, varian corona Eek ini terbukti membantu virus corona menghindari antibodi yang dihasilkan oleh infeksi sebelumnya, sehingga membuatnya kurang rentan terhadap obat antibodi, termasuk vaksin.
"Karena E484K ini kurang rentan terhadap antibodi, maka akan ada dampaknya pada efikasi vaksin. Tapi saya masih menunggu hasil studi lanjutan dan bagaimana efeknya terhadap vaksin yang selama ini beredar," jelasnya.
Zubairi pun mengatakan, saat ini terdapat tiga varian corona yang mendapat perhatian global yakni B.1.1.7 (Inggris), B.1.351 (Afrika Selatan), dan B.1.1.28/ P1 (Brasil). Ketiga varian itu dilaporkan juga memiliki mutasi pada lonjakan protein yang dinamakan E484K.
Oleh sebab itu, Zubairi meminta masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan 3M yang meliputi memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.