Di wilayah Desa Singakerja, Ubud, Gianyar, Bali, terdapat sebuah Cagar budaya bernama Candi Tebing Jukut Paku memiliki kisah mistis dan unik untuk diungkap.
Lokasi ini memang sakral, sehingga yang datang disarankan membawa kamen dan selendang. Menurut Gusti Made Sudiana, tetua Banjar Jukut paku, lokasi tersebut merupakan tempat singgahnya Rsi Markandeya.
Baca Juga: Kisah Misteri Tugu Singa Ambara Raja, Dipercaya Memiliki Kekuatan Magis
“Tempat ini juga berkaitan dengan kedatangan Rsi Markandeya pertama kali ke Bali. Ketika sang rsi akan menanam panca datu ke Besakih,” sebutnya.
Lokasi ini menjadi tempat singgah sekaligus pertapaan dan pesayuban Rsi Markandeya. Sebelum melanjutkan perjalanannya ke Campuhan Ubud, Gunung Raung, dan sebagainya.
“Tempat ini juga berkaitan dengan Pura Penataran Agung Jukut Paku, artinya berkaitan dengan beji lah,” jelas pria yang kini bertugas sebagai sabha desa ini.
Dikisahkannya, Rsi Markandeya kala itu membawa bala pasukan dan beberapa pengikutnya sakit. Sampai akhirnya beliau kembali ke Jawa. Intinya ini tempat pesinggahan dan pertapaan beliau.
Batu ini dari abad 08, sudah lama sekali situs sejarah diakui oleh dinas kebudayaan. Gusti Made Sudiana, menambahkan sejak kian terkenal dan viral.
Banyak yang datang ke lokasi cagar budaya, untuk yoga, semedi, atau sekadar plesiran saja. Pernah pada 2019 lalu, ada rombongan penggiat yoga dari berbagai wilayah di nusantara. Seperti dari Jakarta, Sumatera, dan sebagainya datang untuk melakukan yoga di lokasi cagar budaya tersebut.
“Para yoga ini, sempat juga melakukan yoga di Candi Tebing Tegallinggah yang berada di Gianyar. Saya yang kebetulan menjadi kelihan adat kala itu, mendampingi rombongan sebanyak 65 orang ke sini,” sebutnya.
Para yoga ini, kata dia, merasakan hal berbeda saat melakukan semedi dan yoga di lokasi cagar budaya. Mereka merasakan panas yang cukup tinggi, dan dirasa sampai 60 derajat celcius. Panas ini bahkan melebihi panas di Candi Tebing Tegallinggah, Gianyar, yang diperkirakan hanya 30 derajat celcius.
“Saya melihat langsung, ketika mereka menyalakan api dupa tanpa korek buatan. Dan melakukan yoga, apinya langsung menyala hanya dengan kertas,” sebutnya.
Ia menegaskan, itulah sisi mistis dari lokasi cagar budaya ini. Menandakan aura dari lokasi ini sangat kuat dan hebat.
Tak sampai di sana, kisah mistis lainnya adalah adanya penunggu, atau dalam bahasa Bali disebut duwe di sana. Menurut ceritera yang pernah melihat, ada hanoman merah yang melinggih di sana. Layaknya Sang Subali, dalam kisah Ramayana.
Untuk itu, orang yang ke lokasi ini dan masuk ke dalam areal candi diharuskan dalam kondisi bersih. Tidak sedang datang bulan, atau bersih dari kesebelan baik keluarga yang meninggal atau kesebelan lainnya.
Selain candi sebagai saksi sejarah, ada pula dua pancoran mengapit candi di sana. Airnya langsung dari dalam tanah, dan bisa langsung diminum.
“Banyak yang datang nunas tirta, melukat, lalu untuk pebayuhan,” katanya.
Baca Juga: Cerita Misteri Pohon Bergambar Muka di Labuhanbatu Selatan, Dipercaya Tempat Kuyang saat Malam Hari
Di sebelah utara, ada air terjun yang dibuat muda-mudi di sana. Untuk yang datang, disediakan kotak donasi dan bisa memberikan dana punia seikhlasnya.
Sementara di bawahnya adalah Sungai Wos yang satu aliran dengan sungai dari Campuhan Ubud. Muara sungai ini di Pantai Ketewel. Sehingga lokasi ini sangat cocok dijadikan wisata spiritual atau wisata religi.
“Sungai di bawah juga disakralkan oleh penduduk sekitar (desa pakraman), karena memang di utara dekat jembatan kerap digunakan sebagai lokasi nganyut dalam rentetan upacara ngaben,” jelasnya.
Sementara itu, terkait Pura Penataran Agung Jukut Paku, memang dikenal masyarakat luas. Adanya lingga yoni kembar di dalam pura tersebut, membuat banyak pamedek datang untuk sembahyang. Meminta perlindungan, keselamatan, rezeki, dan lain sebagainya.
Baca Juga: Cerita Mistis Museum Mohammad Saleh di Kota Probolinggo, Konon Dihuni Sosok Serem ini
“Ada penekun spiritual dari Mengwi, datang dan semedi di pura. Merasakan angker dan energi kuat di pura, lalu ia sampai menyembah di dasar pelinggih,” katanya.
Ia pun menjelaskan, pelinggih lingga yoni kembar ini sudah ada sejak lama bahkan sebelum pria paruh baya ini lahir. Bhatara-bhatari yang berstana di pura, di antaranya Ida Ratu Pura Penataran dan Ida Ratu Gede yang disungsung masyarakat sekitar.