Heni Sri Sundani merupakan mantan tenaga kerja wanita (TKW) dan juga anak petani. Namun, kini Heni Sri Sundani telah mendunia. Dia merupakan seorang pendiri Empowering Indonesia Foundation.
Empowering Indonesia Foundation sendiri merupakan, lembaga sosial yang menjembatani anak-anak petani untuk menggapai mimpi besar mereka. Bermodalkan Rp 100.000,00 ia membeli alat tulis, biskuit, dan susu dan mengumpulkan anak-anak di hari sabtu dan minggu untuk belajar gratis di pelataran kontrakannya.
Berdasarkan pengalamannya di luar negeri, ia memberikan pengalaman belajar yang berbeda untuk anak-anak. Ketika mengajar bahasa Inggris, ia mendorong anak-anak untuk berbicara, bukan hanya mencatat saja. ketika mengajar menyanyi, ia juga menyelipkan inspirasi untuk memotivasi anak-anak.
Beberapa waktu kemudian, ia diizinkan untuk menggunakan mushala yang sudah tidak digunakan lagi sebagai tempat belajar anak-anak yang bisa menampung 100-200 anak-anak petani yang ingin belajar.
Fasilitas tempat belajar yang terbatas membuatnya tergerak untuk memanfaatkan media sosial untuk mencari donatur. Dari sana, mulai berdatangan sumbangan aneka peralatan mengajar, seperti papan tulis, alat tulis, buku, hingga koran. Selain itu, tenaga sukarelawan mulai berdatangan meski hanya datang sekali-sekali.
Dari Gerakan Anak Petani Cerdas, Heni dan Aditya membuat AgroEdu Jampang Community untuk mewadahi para petani dan keluarganya supaya kesejahteraan keluarga petani lebih terangkat. Komunitas ini memiliki empat program besar yaitu program pendidikan, pemberdayaan ekonomi, kesehatan, dan sosial dakwah.
Gerakan Anak Petani Cerdas digolongkan ke dalam program pendidikan komunitas tersebut. Ia juga membina sebuah pesantren di Cigombong yang sebagian santrinya anak-anak buruh tani miskin.
Baca Juga: Mengulas Hari Ayah yang Selalu Tidak Seheboh Hari Ibu
Agar program bisa terus berlanjut, ia mencarikan beasiswa supaya anak-anak bisa mengenyam pendidikan hingga ke jenjang tinggi. Mereka inilah yang diharapkan akan melanjutkan gerakan berbagi ilmu dan dan pengetahuan.
Di tahun 2017, ia membentuk Yayasan Empowering Indonesia Foundation. Yayasan ini dibentuk karena dorongan para donatur yang 80 persen berada di luar negeri. Dengan bentuk yayasan, penerima manfaat gerakan cerdas bisa meluas hingga ke daerah-daerah lain di Indonesia.
Sociopreneur ini telah menerima beberapa penghargaan, baik nasional maupun internasional antara lain, HER Times Awards Singapura 2018, Forbes Summit Manila Philippina 2017, 30 Under 30 Forbes Asia 2016, Top 300 Young Leader Asia versi Forbes 2016, dan Tokoh Inspiratis Indonesia 2015.
Profil Heni Sri Sundani
Nama: Heni Sri Sundani Jaladara
Profesi: Pendiri Empowering Indonesia Foundation
Tempat lahir: Ciamis
Tangal Lahir: 2 Mei 1987
Masa Kecil
Sejak kecil wanita kelahiran Ciamis, 2 Mei 1987 ini diasuh oleh sang nenek karena kedua orang tuanya telah bercerai dan ibunya bekerja di luar kota. Neneknya sendiri tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Sementara ibunya pernah bersekolah hingga kelas 5 SD namun tidak selesai.
Usai tamat SD dengan nilai Ujian Nasional tertinggi di sekolahnya, ia bertekad untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Ia memilih melanjutkan sekolah ke SMP pilihan yang tidak biasa bagi anak-anak di kampungnya saat itu.
Memutuskan untuk melanjutkan sekolah lagi juga tak luput dari cibiran para tetangga. Mereka mengatakan bahwa ia pasti tidak akan bisa menyelesaikan sekolahnya. Ditambah lagi saat itu ibunya tidak lagi bekerja sebagai buruh pabrik, karena neneknya mulai sakit-sakitan. Tapi Heni tetap optimis pada pilihannya.
Ia pun mendaftar ke SMP di kecamatan tempat tinggalnya dengan uang pesangon dari ibunya. Jarak yang ditempuhnya pun dua kali lipat lebih jauh dibandingkan SD di desa. Tekadnya sudah bulat. Tak masalah ia harus menempuh perjalanan dua jam berjalan kaki dalam sekali perjalanan.
Berhasil menyelesaikan SMP, ia memilih bersekolah di SMK. Agar bisa terus sekolah hingga tamat, ia bekerja serabutan mulai dari menjadi asisten rumah tangga, berjualan jilbab, hingga menawarkan jasa mengetik kepada teman-temannya. Akhirnya ia pun bisa selesai SMK.
Setamat dari SMK, ia masih bertekad kuat untuk meneruskan pendidikan ke jenjang universitas. Ia bercita-cita menjadi seorang guru. Lagi-lagi biaya menjadi halangan terbesar.
Ia pun membuat keputusan mengejutkan dengan menjadi TKW sebagai babysitter di Hong Kong di sebuah keluarga yang berbicara bahasa Inggris dan Mandarin sehari-harinya.
Menjadi TKI di Hong Kong
Setiba di Hong Kong, ia tidak memiliki telepon selular dan uang yang cukup. Kesulitan lainnya, ketika berbelanja ke pasar ia menemukan orang-orang berbicara Kanton. Situasi itu mendesaknya untuk segera belajar bahasa dan beradaptasi.
Selama dua tahun bekerja di majikan pertama, ia ternyata hanya digaji setengah dari kontrak kerja yang ditanda tanganinya. Sehingga saat itu ia hanya bisa menempuh D3 jurusan IT di Topex Hong Kong.
Kemudian ia bekerja dengan majikan kedua dan mendapatkan gaji penuh sesuai dengan perjanjian kerja. Disana ia bisa melanjutkan lagi pendidikannya ke jenjang S1 di St. Mary’s University, Hong Kong, jurusan manajemen kewirausahaan. Bahkan ia menjadi lulusan terbaik di kampusnya di tahun 2011.
Menjadi sarjana pertama di kampung, membuat hatinya terpanggil untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Ia membawa 3.000 buku dari Hong Kong. Disana ia mendirikan perpustakaan di rumah ibunya.