Pemerintah melalui Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden Fajar Dwi Wisnuwardhani membantah adanya isu yang menyebut karyawan kontrak seumur hidup dalam Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Dia membantah berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Dalam UU yang telah ditandatangani Presiden RI Joko Widodo tersebut, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau PKWT masih dibatasi waktunya.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 56 ayat 4 UU Cipta Kerja.
Kemudian, pasal tersebut juga dijelaskan, ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Baca Juga: Begini Aturan Paling Baru Lembur dalam UU Cipta Kerja yang Diteken Jokowi
“Siapa bilang PKWT seumur hidup? PKWT masih dibatasi waktunya dan akan ditentukan melalui PP,” tegas Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden Fajar Dwi Wisnuwardhani, melalui siaran pers di Jakarta, Rabu 4 November 2020.
Dalam hal ini, Fajar menambahkan, pembatalan PKWT karena adanya masa percobaan, selain batal demi hukum, dalam UU ini juga melegalkan penghitungan masa kerja yang sudah dilakukan.
Penjelasan ini bisa dilihat pada Pasal 58 ayat 2 yang berbunyi, “Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
Untuk itu, pemerintah juga meminta masyarakat tidak khawatir terhadap persoalan pesangon, terlebih jika terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dalam UU Cipta Kerja juga telah menerapkan sistem pesangon bagi masyarakat pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Dalam Pasal 61A UU Ciptaker dijelaskan bahwa pekerja PKWT bisa mendapatkan kompensasi yang perhitungannya mirip dengan pesangon. Seperti pada Pasal 61A ayat 1 yang berbunyi “Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/ buruh.
Hal itu juga ditegaskan kembali pada Pasal 61A ayat 2 yang berbunyi “Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Sebagai tambahan, pada Pasal 61A ayat 3 menjelaskan bagaimana uang kompensasi tersebut akan diatur kembali dalam Peraturan Pemerintah.
Baca Juga: Diteken Oleh Jokowi, Ini Aturan Jam Kerja dan Hak Cuti di UU Cipta Kerja
Dalam UU Cipta Kerja juga telah menjadi payung hukum untuk memberikan sanksi bagi pemberi kerja yang tidak membayar pesangon pekerjanya.
Pasal 185 UU Cipa Kerja dijelaskan akan ada pidana bagi yang tidak membayar pesangon.
Bahkan, pekerja bisa meminta PHK dengan pesangon jika ada masalah dengan pelanggaran norma kerja oleh pengusaha. Hal ini diatur dalam Pasal 154A ayat g.
Fajar menyatakan, dalam UU Cipta Kerja juga menjamin masyarakat yang kehilangan pekerjaan dapat segera masuk lagi dalam dunia kerja.
Struktur dan skala upah menjadi hal yang wajib dalam UU Cipta Kerja.
Sehingga bisa meningkatkan produktivitas dan kompetisi yang sehat di antara pekerja sesuai dengan Pasal 92 UU Cipta Kerja.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo baru saja resmi meneken Undang-undang Cipta Kerja. Dalam UU tersebut, memuat banyak hal yang menyangkut berbagai hal yang mensejahterakan para pekerja dan pelaku UMKM.
Jokowi sendiri, menandatangani UU Ci[ta Kerja yang menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 pada 2 November 2020. Setelah ditandatangi, langsung diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.
UU Cipta Kerja sendiri terdiri dari 1.187 halaman. Pembahasan ketenagakerjaan diatur pada Bab IV di halaman 533. Isinya mengenai jam kerja, hak cuti, upah pekerja serta perjanjian kontrak.