Indonesia mempunyai bonus demografi dan kekuatan dalam diri pemuda sebagia momentum berakhirnya pandemi corona.
Pernyataan tersebut merupakan gambaran dari sebuah acara simposium pemuda yang diselenggarakan oleh Merial Institute bekerja sama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga pada 25 Oktober 2020, menghadirkan beberapa pembicara yang berkompeten dibidangnya masing-masing.
Seperti, Billy Mambrasar yang merupakan Duta Pembangunan Berkelanjutan. Dalam hal ini dia mengatakan, indeks kualitas seseorang dapat dilihat dari bagaimana dia melatih dirinya menjadi seorang pemimpin.
Dilanjutkan dengan akses pendidikan para pemuda dari Sabang sampai Marauke.
"Indeks kualitas dalam akses melatih seorang pemuda menjadi seorang pemimpin. Peran kita, bagaimana kita meningkatkan peran akses pendidikan, pelatihan untuk para pemuda dari Sabang sampai Marauke," kata Billy Mambrasar.
Selanjutnya, Staff Khusus Kemenpora, Alia Noorayu Laksono, mengatakan bagaimana cara mengatasi silo mentality.
Salah satu caranya paling efektif mengatasi silo mentality adalah untuk to be able to teach people how to be productive, how to represent yoursself in the best way possible, cara berkomunikasi, cara menjadi seorang pemimpin," kata Alia Noorayu Laksono.
Baca Juga: Adrian Zakhary Yakin 2030 Indonesia jadi Negara Teknologi Digital asal Mau Bersinergi
"Harusnya kita yang menjadi jembatan anak muda dengan pemerintah. Tapi itu sulit. Silo mentality ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor, gak bisa kita hanya dari kementrian olahraga dan kepemudaan. We need help to colaboration from public sectors dan private sectors," lanjutnya.
"Salah satu cara untuk mengatasi silo mentalitu obviosly, harus ada penguatan pendidikan softskill di grassroot, dan juga adanya penguatan hubungan antara grassroot dengan yang di atas," tutupnya.
Kemudian, Faldo Maldini yang merupakan seorang politikus milenial. Dia mengatakan bagaimana melakukan sebuah platform anak muda dari objek menjadi sebuah subjek
"Bagaimana kita melakukan transform anak muda dari menjadi objek menjadi subjek. Selama ini anak muda hanya menjadi objek, bukan subjek," ujar Faldo Maldini.
Kemudian, Komisaris Independen PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Adrian Zakhary mengatakan terdapat kunci untuk berdaulat. Yakni, mencintai produk dalam negeri.
Adrian Zakhary yang merupakan salah satu komisaris milenial di perusahaan BUMN ini mempertanyakan diantara platform yang besar di dunia kenapa tidak ada satupun produk asli dari Indonesia.
"Kita adalah market dari dunia digital. Ini kemudian menimbulkan sebuah pertanyaan, Kenapa diantaranya platform teknologi yang ada kenapa platform milik Indonesia tidak ada yang besar?," kata Adrian Zakhary.
"Jadi, ini adalah challange buat kita. Kita bisa nggak? Bisa, tapi bagaimana? ini ada di tangan teman-teman. jika ingin bermain di ranah teknologi, bermain di ranah aplikasi, kita harus mulai memikirkan apa dan bagaimana bentuknya?,' ucapnya.
Baca Juga: Mencintai Produk Sendiri adalah Kunci Berdaulat Teknologi Menurut Komisaris Milenial Adrian Zakhary
Meskipun begitu, komisaris milenial itu optimis meyakini Indonesia dapat jadi negara teknologi pada 2030 asalkan ada sebuah sinergi.
Sinergi disini adalah sinergikan anak muda, sumber daya, pemerintah hingga swasta.
"Tentu saja dengan adanya sinergi ini tadi, dengan adanya sinergi yang kita lakukan, dengan adanya ide-ide yang akan kita bangun bersama, rasanya mungkin kita bisa berusaha positif memandang ini ke depan," ungkapnya.
"2020-2030 adalah pembuktian kita nantinya. Saya yakin dan optimis," tutup Adrian.
Terakhir, Direktur Riset Merial institute, Fadli Hanafi yang mengatakan, saat ini kita tengah merayakan 92 tahun sumpah pemuda.
Untuk itu, dia mengatakan, kita harus mempunyai imajinasi untuk bergerak maju ke depan.
"Hari ini kita merayakan 92 tahun sumpah pemuda. Hari ini point pertama yang mau saya sampaikan, kita harus punya imajinasi yang sama dulu, frekuensinya sama dulu. Dari situ impactnya gede banget. Kalau kita mau bergerak ke masa depan, hari ini kita harus punya imajinasi baru, nah itu yang kita rumusin," kata Fadli Hanafi.