Sejarah mencatat santri mempunyai peran besar untuk membangun Indonesia dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Indonesia.
Salah satunya yaitu pada tanggal 22 Oktober 1945 saat Belanda dan sekutu mencoba kembali menguasai Indonesia.
Presiden Soekarno atas saran Jendral Besar Soedirman mengirim utusan kepada KH Hasyim Asy’ari untuk meminta fatwa solusi atas agresi pasukan sekutu.
Kemudian, KH Hasyim Asy’ari kemudian mengeluarkan fatwa Jihad dari fatwa KH Hasyim Asy’ari tersebut KH Wahab Chasbullah (Jombang) mengumpulkan dan memimpin rapat dengan KH Bisri Syamsuri (Jombang), KH M Dahlan (Surabaya), KH Tohir Bakri (Surabaya), KH Ridwan Abdullah (Surabaya), KH Sahal Mansur, KH Abdul Djalil (Kudus), KH M Ilyas (Pekalongan), KH Abdul Halim Siddiq (Jember), KH Saifudin Zuhri (Jakarta) dan Kyai lainnya mencetuskankan Resolusi Jihad.
Resolusi jihad ini yang kemudian menjadi semangat para santri yang tergabung dalam Laskar Hizbullah, Laskar Sabilillah, Barisan MuJahidin dan PETA yang dipimpin oleh para Kyai mewakafkan hidupnya untuk kemerdekaan Indonesia.
Penetapan Hari Santri Nasional oleh Joko Widodo sesuai Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 merupakan bentuk penghargaan terhadap jasa santri dalam sejarah.
Baca Juga: Asal Usul Sejarah 22 Oktober Jadi Hari Santri Nasional
Melihat dari sejarah, santri dan pesantren memiliki peran yang sangat besar untuk merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Indonesia.
Dalam era global seperti ini, santri merupakan sosok yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi ideologi dan pemikiran radikal yang kapan aja siap menyerang.
Resolusi Jihad
Resolusi Jihad merupakan seruan atau fatwa yang dikeluarkan Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal 22 Oktober 1945 yang ditulis oleh Pendiri NU sekaligus pendiri Pesantren Tebuireng KH. M. Hasyim Asy’ari.
Baca Juga: Lirik Lagu Lengkap Mars Hari Santri Beserta Maknanya
Resolusi tersebut dikeluarkan atas keresahan kaum santri dan kiai karena Sekutu bersama NICA dan AFNEI ingin menjajah Indonesia kembali pasca kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, dan juga jawaban atas permintaan saran yang diajukan Bung Karno kepada Hadratusyaikh.