Parti Liyani merupakan seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Nganjuk Jawa Timur telah memenangkan kasus dari tuduhan pencurian seorang miliuner Singapura.
Selama menjadi TKW di Singapura, Parti Liyani digaji oleh Liew Mun Leong yang merupakan pengusaha super kaya sebanyak SGD 600 atau setara Rp 6,5 juta per bulan.
Parti sendiri, telah bekerja sejak 2007.
Sekedar informasi, Liew Mun Leong adalah pemimpin sejumlah perusahaan besar di Singapura.
Keluarga Liew menuduh Parti Liyani berbuat kriminal, mulai dari mencuri tas tangan mewah, pemutar DVD, sampai baju.
Keluarga tersebut melaporkan perempuan ini ke polisi dengan tuduhan pencurian yang berujung ke pengadilan dan mendapat sorotan publik.
Kabar gembiranya awal bulan ini, Parti Liyani memenangi kasus tersebut.
Dari kasus yang dialami oleh Parti Liyani, publik Singapura timbul pertanyaan tentang ketidaksetaraan dan akses ke keadilan di Singapura. Bahkan, banyak kalangan bertanya bagaimana dia bisa diseret ke pengadilan sejak awal.
Dalam dokumen di pengadilan membuktikan, beberapa saat setelah dituduh telah mencuri, Parti Liyani disuruh Karl Liew, putra Liew Mun Leong untuk membersihkan kantor baru.
Beberapa bulan kemudian, Parti Liyani diberitahukan keluarga Liew bahwa dirinya dipecat. Bahkan, dia diberi waktu 2 jam untuk mengemas semua barang-barangnya ke dalam kotak untuk kemudian dikirim ke keluarga di Indonesia bersama dirinya di waktu yang sama.
Baca Juga: Fakta-fakta Kemenangan Parti Liyani, TKI Indonesia yang Menang Lawan Miliuner Singapura
Saat berkemas, dia mengancam akan mengadu ke pihak berwenang Singapura karena sudah diminta untuk membersihkan rumah Karl.
Tentu saja, kejadian ini telah melanggar peraturan ketenagakerjaan Singapura.
Saat memeriksa barang-barang yang telah dikemas Parti Liyani, Keluarga kaya ini mengklaim telah menemukan barang-barang milik mereka bersamanya.
Lima minggu kemudian ketika dia kembali ke Singapura untuk mencari pekerjaan baru, dan ditangkap pada saat kedatangan.
Dia tidak dapat bekerja karena tengah menghadapi proses pidana, dia tinggal di penampungan pekerja migran dan bergantung pada mereka untuk mendapatkan bantuan keuangan saat kasus tersebut berlanjut.
Keluarga Liew menuduh Parti telah mencuri berbagai barang dari Liew termasuk 115 potong pakaian, tas mewah, pemutar DVD dan jam tangan Gerald Genta.
Secara keseluruhan, barang-barang itu bernilai S$34.000 (Rp367 juta).
Dalam persidangan, Parti mengaku semua barang tersebut miliknya.
Hakim distrik, pada 2019 memutuskan dia bersalah dan menghukumnya dua tahun dan dua bulan penjara. Parti memutuskan untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.
Kasus ini berlanjut hingga awal bulan September 2020 ketika Pengadilan Tinggi Singapura akhirnya membebaskannya.
Hakim Chan Seng Onn menyimpulkan bahwa keluarga tersebut tidak punya bukti saat mengajukan tuntutan terhadapnya, tetapi juga menandai beberapa masalah terkait bagaimana polisi, jaksa penuntut, dan bahkan hakim distrik menangani kasus tersebut.
Hakim mencatat bahwa banyak barang yang diduga dicuri oleh Parti sebenarnya sudah rusak - seperti jam tangan yang memiliki tombol yang hilang, dan dua iPhone yang tidak berfungsi.
Baca Juga: Biografi dan Profil Lengkap Danilla Riyadi, Penyanyi Indie Penuh Pesona
Sebelumnya, Liew Mun Leong telah menuduh asisten rumah tangganya Parti Liani yang merupakan warga negara Indoensia (WNI) mencuri beberapa barang berharga.
Salah satunya pisau merah muda yang diduga dibelinya di Inggris dan dibawa kembali ke Singapura pada tahun 2002. Namun ia kemudian mengakui bahwa pisau itu memiliki desain modern yang tidak mungkin diproduksi di Inggris sebelum tahun 2002.
Kemudian berbagai potong pakaian perempuan yang sebenarnya milik Parti.
Kembali ke persidangan, Hakim Chan juga mempertanyakan tindakan yang diambil oleh polisi untuk melihat lokasi kejadian sampai sekitar lima minggu setelah laporan awal polisi dibuat.
Polisi juga tidak menawarkan penerjemah yang bisa berbahasa Indonesia, dan malah menawarkan penerjemah yang bisa berbahasa Melayu, bahasa lain yang tidak biasa digunakan Parti.
Sekedar informasi, Singapura memang menyediakan bantuan hukum bagi para pekerja migran, tetapi para pekerja biasanya merupakan tulang punggung keluarga, sehingga banyak dari mereka yang menghadapi proses hukum seringkali memutuskan untuk tidak mempermasalahkan kasus mereka karena tidak memiliki kemewahan untuk tidak berpenghasilan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun