Selonding Keramat atau Selonding Duwe merupakan alat musik tradisional dari Desa Pakraman Padangan, Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Tabanan, Bali.
Menurut cerita mulut ke mulut, Selonding yang disakralkan ini sering bunyi sendiri. Suaranya kerap didengar warga saat malam hari, namun sumbernya tidak diketahui.
Baca Juga: Cerita Misteri Gua Raksasa di Tabanan dan Larangan Warga Makan Sayur Timbul
Menurut Perbekel Desa Padangan, I Wayan Wardita, sesuai dengan mitologi di Desa Pekraman Padangan, keberadaan Gamelan Selonding di Desa Pekraman Padangan pada zaman dahulu ditemukan di hulu sebuah sungai kecil (pangkung), bernama Yeh Selonding.
Sayangnya, tidak ada yang tahu pasti, pada tahun berapa gambelan kuno ini ditemukan.
“Hulu sungai tersebut terdapat di sebelah selatan Pura Luhur Pasimpangan Pucak Kedaton yang sangat disucikan dan dikeramatkan masyarakat di Desa Pakraman Padangan,” ujar Wardita.
Baca Juga: Cerita Misteri Sungai Yeh Panahan, Dipercaya Dihuni 3 Ratu
Menurut cerita turun temurun, sebelum gabelan Selonding ditemukan, masyarakat Desa Pakraman Padangan pada zaman itu sering kali mendengar suara gambelan yang nadanya aneh, terutama pada malam hari dan hari-hari tertentu, seperti saat rahinan.
“Melalui rembug Desa yang dilakukan para panglingsir kala itu, dan melalui upacara tertentu, akhirnya masyarakat Desa Pakraman Padangan yang penasaran dengan suara aneh itu, bisa menemukan seperangkat gambelan yang bilah setiap gambelannya bervariasi, terbuat dari campuran besi dan perunggu,” papar Wardita.
Selanjutnya, gambelan ini dipundut (dibawa) menuju Pura Puseh Desa Pakraman Padangan. Dejak saat itu gambelan Selonding ini disakralkan masyarakat.
Gamelon Selonding ini hanya digunakan untuk mengiringi tarian tertentu, seperti tarian untuk mengiringi Yadnya.
Wardita menyebutkan, tarian yang diiringi dengan gambelan Selonding adalah tari Cecondongan, Lelangkaran, Gegandangan, Lelegongan, dan Rejang.
“Tarian ini hingga kini masih dilestarikan oleh prajuru dan masyarakat setempat,” imbuhnya.
Tarian yang diiringi Selonding memiliki nilai magis, di samping nilai seni dan budaya agraris yang orisinil serta indah.
Uniknya, orang yang bisa membawakan tarian tersebut hanya anak gadis (daha) yang belum mengalami menstruasi, begitupun dengan juru gambelnya merupakan keturunan penabuh Selonding.
“Tukang gambelnya ini turun temurun, mulai dari kakek hingga cucu,” lanjutnya.
Makanya tak jarang ada gending yang dilupakan, karena banyak tukang gambel yang sudah berumur, bahkan ada yang sudah meninggal dunia.
Selonding duwe (keramat) tersebut hanya diturunkan lima tahun sekali untuk mengiringi Yadnya Bhatara Turun Kabeh di Pura Puseh lan Bale Agung setempat.
Baca Juga: 5 Mitos Rumah, Salah Satunya Rumah Kotor, Apakah Rumah Kamu Salah Satunya?
Dengan adanya Selonding duwe ini, juga diyakini bahwa Desa Adat Padangan merupakan salah satu desa kuno di Bali.
Bahkan, salah satu pura tertua dan sangat disakralkan dan disucikan di Desa Adat Padangan adalah Pura Pasimpangan Puncak Kedaton. Di lokasi sebelah tenggara pura inilah ditemukan seperangkat gambelan Selonding.
“Bagi kami Selonding duwe ini adalah segalanya karena menyangkut sejarah dan kelangsungan eksistensi Desa Padangan,” pungkas Wardita.
Sumber: Bali Express