Di beberapa daerah di Indonesia terdapat makam-makam yang memang benar-benar horor. Bukan hanya karena suasananya, tapi juga karena cerita mistis yang menyelimuti pemakaman tersebut.
Salah satunya di Solo yang biasanya makam identik dengan kawasan permakaman yang sunyi, di Solo masyarakat bisa menjumpai makan di tempat yang ramai, bahkan menjadi satu dengan aktivitas warga sehari-hari.
Ada makam yang berada di pinggir jalan dekat permukiman, di pertigaan jalan, bahkan di dalam rumah warga. Makam-makam unik di Solo ini sudah ada sejak puluhan bahkan seratusan tahun lalu. Masing-masing makam menyimpan cerita yang kadang bikin merinding.
Baca Juga : Bikin Merinding! Ini Makam Angker di Indonesia yang Cukup Mengerikan
Berikut inilah beberapa daftar dan cerita makam unik yang cukup menyeramkan di Kota Solo:
1. Empat Makam Kuno Mangkunegaran
Dalam kegiatan jelajah sejarah, 2018 lalu, komunitas anak muda penyuka dan pemerhati sejarah, Solo Societeit, melakukan jelajah ke empat makam kuno di rumah warga di Solo. Makam itu berada di salah satu bangunan di Jl. Sutan Syahrir, dekat dengan Rumah Deret Ketelan.
Dari empat makam tersebut yang diketahui identitasnya hanya satu makam, yakni makam milik Raden Ayu (RA) Supartinah. Dia adalah putri Mangkunegaran.
“Salah satu makam tersebut adalah makam RA Supartinah, putri Mangkunagoro IV. Ya itu kata leluhur Saya. Saya sendiri tidak tahu pastinya, yang jelas memang di salah satu makam terdapat tulisan Supartinah dalam aksara Jawa,” kata pemilik rumah itu, Ny. Sutardi.
“Ny. Sutardi menambahkan tidak tahu cerita tiga makam lainnya. “Sedangkan yang lainnya tidak ada tulisan. Kemudian setiap kali ruwah, makam sini masih sering didatangi banyak abdi dalem.”
Baca Juga : Merinding! Ini 5 Makam Angker Jadi Ritual Pemujaan yang Mempunyai Kisah Mengerikan
2. Makam Kiai Precet
Makam unik di Solo ini terletak di pinggir jalan ini tepatnya di Jl. Abiyoso, Kampung Teposanan, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Solo. Makam terletak di badan jalan yang lebarnya sekitar tiga meter, berbatasan dengan Gelanggang Olahraga (GOR) Sritex di sisi barat.
Menurut cerita, dahulu lokasi itu ialah permakaman. Tahun 1980-an hampir semua makam dipindah. Namun, hanya makam Kiai Precet yang tidak di pindah berdasarkan pesan Kiai Precet.
Ketua RT 002/RW 002 Kampung Teposanan, Kardi, 46, mengungkapkan, makam unik itu milik tokoh bernama Kiai Precet. Makam di Solo itu tidak dipindah berdasarkan pesan dari Kiai Precet. “Sesuai pesan terakhir sebelum meninggal, Mbah Precet ingin dimakamkan di sini,” kisah dia.
Kiai Precet ialah seorang bromocorah atau penjahat yang dihukum mati. “Kiai Precet yang dihukum mati kemudian dimakamkan di situ. Pada zaman dahulu di sekitar lokasi itu sangat angker,” ungkap Ketua Komunitas Solo Societeit, Dhani Saptono.
Pernah suatu ketika ada pengendara motor melintas di sekitar makam Kiai Precet tiba-tiba menabrak tiang karena menghindari seseorang di lokasi itu.
“Ketika ditolong bilangnya menghindari orang berdiri di dekat situ, padahal di dekat situ sepi nggak ada orang lain,” imbuh Kardi, dikabarkan Detik.com.
Baca Juga : Merinding! Kisah Misteri Kuburan Tua di Gang Pisangan Timur yang Sering Suka Ganggu Pendatang
3. Tiga Makam Kecil Tanpa Nama
Makam unik di Solo selanjutnya adalah tiga pusara kecil tak beridentitas di pertigaan jalan kampung RT 003/RW 002 Kelurahan Baluwarti, Pasar Kliwon, Solo. Ternyata makam berusia sekitar 100-an tahun itu milik tiga bayi. Hingga kini, makam itu masih terawat dan banyak warga yang datang pada malam jumat untuk berziarah.
Menurut Wulastri, warga sekitar makam, tiga bayi yang dimakamkan di pertigaan jalan tersebut meninggal karena tenggelam karena hanyut di sungai. Mereka tidak ditemukan bersamaan.
“Dulu kan ini sungai, Jl. Kalilarangan itu sungai. Ketiganya bayi, hanyut di sungai, tapi tidak dalam waktu bersamaan,” kata Wulastri, dikabarkan Detik.com.
Kata Wulastri, tiga bayi itu ialah Nggoro kasih, Den Bagus Kintir, dan Mbok Roro Setu. Sebelum didirikan pusara, makam itu rata dengan tanah. Oleh orang tua Wulastri membangun kijing di makam tersebut.
“Dulu masih rata dengan tanah, dilewati orang, diinjak. Bapak Saya kan kejawen, dapat bisikan disuruh memperbaiki makam,” ungkap Wulastri.
Kijing pusara itu dibangun sekitar tahun 1966 oleh ayah Wulastri, kemudian di samping pusara ditanami pohon oleh ibunya. Dengan alasan mengganggu jalan, warga sekitar sempat ingin memindahkan pusara itu, namun batal karena khawatir terjadi sesuatu yang tidak baik.
“Saat mau dipindahkan, bapak saya bilang silakan tapi tidak tanggung jawab kalau terjadi apa-apa. Karena saat bikin kijing ini saja, keluarga tukangnya langsung kesurupan,” papar Wulastri.