Keputusan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk menjadikan ganja sebagai tanaman obat di bawah binaan Direktorat Jenderal Holtikultura menarik perhatian masyarakat.
Tak lama setelah itu, mentan justru mencabut keputusan tersebut.
Selama masa pencabutan, mentan akan mengkajinya dengan berbagai lembaga terkait seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Sebenarnya, ganja memang telah digunakan untuk keperluan medis di beberapa negara. Kandungan kanabidiol (CBD) yang ada di dalamnya dinilai memiliki sejumlah manfaat untuk membantu dan meringankan beberapa penyakit.
Kanabidiol merupakan senyawa kimia aktif dalam tanaman Cannabis sativa atau yang dikenal dengan ganja.
Tentu saja, kanabidiol tak menyebabkan euforia atau mabuk sebagaimana yang ditimbulkan tetrahydrocannabinol (THC). Senyawa ini dipercaya dapat mengatasi epilepsi dan beberapa kondisi medis lainnya.
Baca Juga: Terungkap, Ini Asal Mula Ganja Masuk Jadi Tanaman Obat Binaan Kementan
Berikut sejumlah kondisi medis yang mungkin bisa diredam oleh senyawa kanabidiol dalam ganja, dilansir dari berbagai sumber:
1. Epilepsi
Senyawa kanabidiol paling sering digunakan untuk mengatasi kejang akibat epilepsi. Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat telah menyetujui penggunaan obat berbahan kanabidiol untuk mengobati kejang akibat epilepsi. Obat tersebut menjadi obat pertama yang disetujui FDA yang mengandung senyawa murni dari ganja.
2. Gangguan Bipolar
Ganja dikenal dapat memberikan efek menenangkan. Beberapa penelitian menemukan bahwa penggunaan ganja juga dapat bermanfaat bagi orang dengan gangguan bipolar melalui adanya perbaikan suasana hati.
3. Alzheimer
Penelitian Scripss Research Institute juga pernah melaporkan senyawa kanabidiol ganja dapat memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer yang menyerang otak.
4. Penyakit Saraf
Kandungan kanabidiol dalam ganja juga disebut mampu mengurangi gejala serta rasa sakit yang disebabkan multiple sclerosis atau penyakit yang menyerang saraf-saraf pusat, seperti saraf otak, sumsum tulang belakang dan saraf optik.
5. Fungsi Usus
THC dan kanabidiol, berdasarkan penelitian University of Nottingham, juga diyakini berinteraksi dengan sel-sel dalam tubuh yang memainkan peran penting dalam fungsi usus dan respon imun.
6. Skizofrenia
Penelitian tentang penggunaan kanabidiol untuk gejala psikotik pada orang dengan skizofrenia masih kontroversi. Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa mengonsumsi kanabidiol empat kali sehari selama 4 minggu memperbaiki gejala psikotik dan mungkin sama efektifnya dengan obat antipsikotik.
Baca Juga: Update Kasus Covid-19 di RI: 172.053 Positif, 124.185 Sembuh, 7.343 Meninggal
Selain itu, bukan hal yang baru, karena ganja sudah ada dalam daftar binaan seperti tertuang dalam Kepmentan No 51/2006. Pengaturan ganja sebagai kelompok komoditas tanaman obat, hanya bagi tanaman ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis dan atau ilmu pengetahuan, dan secara legal oleh Undang-undang (UU) Narkotika.
Badan Pusat Statistik (BPS) punya catatan ekspor-impor produk turunan tanaman yang punya nama julukan cimeng tersebut.
Untuk ekspor, ada dua golongan barang turunan ganja yang dijual ke luar negeri. Berikut perincian volume dan nilai ekspornya selama periode Januari-Juni 2020:
1. Cannabis used primarily in pharmacy, not in cut, crushed or powdered form
Dari turunan ganja ini, Indonesia menurut data BPS telah mengekspor sebanyak 1.848 Kg dan menghasilkan $ 12.936
2. Cannabis resins
Dari turunan ganja ini, Indonesia menurut data BPS telah mengekspor sebanyak 67.925 Kg dan menghasilkan $ 34.174.
Di sisi impor, Indonesia juga mendatangkan produk-produk turunan ganja. Berikut perincian produk, volume, dan nilai impornya selama Januari-Mei 2020:
1. Cannabis used primarily in pharmacy, not in cut, crushed or powder
2. Cannabis resins
3. Extracts and tinctures of cannabis
Sumber: CNN, CNBC