Kementerian Kesehatan Rusia telah mengumumkan proses produksi vaksin untuk virus Covid-19 resmi dimulai pada Sabtu 15 Agustus 2020 kemarin.
Selanjutnya, terdapat setidaknya 20 negara yang mengajukan permintaan pembelian.
Mengutip CNN, Minggu 16 Agustus 2020, Kementerian Kesehatan memprediksi vaksin dengan nama komersial Sputnik V (nama resmi: Gam-COVID-Vak) bisa mulai dibagikan setidaknya Januari 2021.
Sekedar informasi, vaksin ini dikembangkan oleh Gamaleya National Research Center. Vaksin akan diberikan dua kali ke dalam tubuh manusia dalam selang tiga minggu dan diklaim bisa memicu sistem imunitas terhadap virus corona.
Baca Juga: Pertama di Dunia, Rusia Klaim 'Sputnik V' Vaksin COVID-19, Ampuhkah?
"Hingga akhir tahun, akan ada 1,5-2 juta dosis yang diproduksi," ujar Kepala Gamaleya, Alexander Gintsburg yang juga menyebut tiga perusahaan dan dalam satu bulan ke depan diperkirakan satu juta vaksin selesai dibuat.
Dia menegaskan, untuk memenuhi kebutuhan seluruh Rusia diperlukan waktu setidaknya 9-12 bulan.
Rusia adalah satu-satunya negara yang telah mengumumkan vaksin resmi. Namun, data uji klinis vaksin belum pernah diumumkan ke publik.
Pemerintah Rusia sendiri langsung mendaftarkan vaksin setelah lolos uji klinis fase I dan II, dan mengklaim tidak perlu melewati fase III.
Baca Juga: Viral Driver Ojol Bawa Barang Berlebihan, Netizen: Tidak Ada Akhlak
Keputusan meloloskan vaksin ini menuai kritik dari dunia bagian barat dan pakar kesehatan. Mereka khawatir Rusia terlalu terburu-buru dan akan menimbulkan dampak berbahaya.
Menanggapi hal itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya juga mengatakan belum bisa menjamin keamanan vaksin Sputnik V sebelum melewati tahap uji klinis ketiga.
Dilain kesempatan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan dirinya membuka peluang menjadi penerima vaksin Rusia pada Mei 2021.
"Ketika vaksin datang, saya akan menyuntikkannya di depan umum. Tidak apa-apa jika bereksperimen dengan saya. Jika berhasil, maka vaksin ini akan bisa digunakan untuk semua orang," katanya.
Sumber: CNN, Kompas