Pesugihan adalah suatu cara untuk memperoleh kekayaan secara instan tanpa harus bekerja keras. Praktik pesugihan dapat dilakukan dengan beragam cara. Pesugihan adalah satu dari sembilan pintu setan yang mengorbankan orang-orang terdekat pelaku untuk dijadikan tumbal kepada setan atau sesembahan.
Rasa nafsu ingin kaya dalam waktu singkat membuat seseorang khilaf dan mencari jalan pintas, seperti meminta kekayaan kepada mahluk gaib. Berikut inilah beberapa praktik pesugihan yang sering dipakai di Indonesia.
1. Pesugihan Gunung Kawi
Satu daerah yang jadi favorit pelaku pesugihan adalah Gunung Kawi. Tempatnya terletak di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Malang, Jawa Timur. Konon, ritual pesugihan di Gunung Kawi dilakukan dengan cara yang sangat sederhana. Para peziarah sekedar diwajibkan untuk melakukan ritual tapa brata selama tiga hari di bawah sebuah pohon keramat bernama pohon Dewandaru.
Ritual pesugihan Gunung Kawi dilakukan pada hari baik. Jika ingin mendapatkan kekayaan secara mendadak, seseorang harus melakukan ritual pesugihan pada hari Jumat Legi. Atau juga pada tanggal 12 setiap bulan Suro juga jadi waktu yang ramai dikunjungi pelaku pesugihan.
Kedua hari ini dipilih untuk ritual pesugihan karena tepat memperingati wafatnya Eyang Djoego (Jugo) dan Eyang RM Iman Soedjono (Sujo). Keduanya adalah pembantu pangeran Diponegoro. Konon, kedua hari tersebut menjadi hari keluarnya khodam pesugihan di Gunung Kawi.
Sebelum tapa brata, peziarah tersebut diwajibkan terlebih dahulu melakukan mandi suci yang dipimpin langsung oleh juru kunci. Ketika melaksanakan ritual ini, peziarah harus melakukan kontrak mati atau semacam perjanjian dengan penguasa gaib Gunung Kawi. Mereka harus bersedia memberikan tumbal nyawa pada sang penguasa setiap tahun untuk melanggengkan kekayaannya.
Selepas mandi, pelaku pesugihan ini harus bersila di atas selembar daun pisang. Ia tidak boleh makan, minum, dan tidur selama tiga hari. Mereka juga tidak diperbolehkan buang air besar dan air kecil, kecuali mengeluarkannya di atas daun pisang yang didudukinya.
Tapa brata dihentikan jika mereka telah dihampiri selembar daun dari pohon Dewandaru yang gugur dengan sendirinya. Daun itu harus jatuh tepat di tubuh. Gugurnya daun Dewandaru menandakan bahwa untuk menjadi kaya melalui jalur pesugihan Gunung Kawi telah disetujui oleh penguasa gaib yang menunggu pohon Dewandaru. Nantinya, daun itu harus disimpan di dalam bantal alas tidurnya.
Konon, setelah satu tahun, pemilik pesugihan biasanya akan mulai mengalami peningkatan dalam kehidupan ekonominya. Ketika itulah ia harus menyerahkan tumbal seorang manusia yang masih memiliki hubungan darah dan sepersusuan dengannya. Ia harus menunjuknya dan merelakan kepergian saudaranya itu untuk dijadikan pesuruh di kerajaan gaib Gunung Kawi.
Tumbal harus diberikan melalui ritual tertentu. Seorang yang ditunjuk menjadi tumbal biasanya akan mati secara mendadak tanpa diduga-duga. Selain itu, setiap kali memberi tumbal, kekayaan pemilik pesugihan diyakini akan melonjak secara drastis. Namun tetap saja, kekayaan yang didapat karena bersekutu dengan makhluk gaib ini tidak akan pernah langgeng.
Baca Juga : Ternyata Ini Jenis Susuk Ampuh Untuk Pengasihan dan Pelarisan yang Dipakai Masyarakat Indonesia
Baca Juga : Wajib Waspada! Ini Tanda Wanita Pemakai Susuk
Baca Juga : Ini Beberapa Bentuk Jimat yang Sering Dipakai Orang Indonesia
2. Pesugihan Pocong
Pesugihan merupakan perjanjian antara manusia dengan makhluk gaib baik itu jin atau siluman. Dimana perjanjian tersebut jelas memiliki syarat yang harus dipenuhi. Apabila seorang manusia telah melakukan perjanjian bersama makhluk gaib, jelas ada resiko yang harus dihadapi. Dan bila kita pikirkan lebih dalam, pihak manusialah yang sangat dirugikan.
Untuk menggunakan Pesugihan Pocong ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama dia harus bersedia melayani pocong setiap malam Jumat Kliwon di kamar khusus. Kedua dia tidak boleh sampai lupa menyediakan sesajen pada waktu-waktu tertentu. Bila semua syarat telah dipenuhi, sang dukun akan bergerak. Meminta pertolongan pada Raja Pocong untuk memberikan satu rakyatnya sebagai pesugihan. Setelah perjanjian terjalin, si Pocong akan standby didepan toko kelontong.
Bila melakukan perjanjian dengan pocong, akan ada risiko yang didapatkan. Terlebih lagi perjanjian ini tidak bisa dibatalkan. Setiap malam Jumat Kliwon, pria ini akan berpakaian rapi seperti menyambut seorang tamu. Kemudian dia akan masuk kedalam kamar khusus tersebut.
Si Pocong akan berubah menjadi wanita cantik dan siap dilayani. Bila syarat-syarat pesugihan pocong tadi tidak dilakukan, risikonya adalah dia akan kehilangan orang tersayang mereka sebagai tumbal. Baik itu anak, istri, orang tua atau nyawa mereka sendiri.
3. Pesugihan Monyet atau Kera
Di Jawa Timur, ada banyak tempat untuk ritual ngipri atau pesugihan. Salah satunya di daerah Ngujang, Tulungagung. Di tempat ini terkenal dengan pesugihan monyet atau kera, atau dalam Bahasa Jawa biasa disebut ketek.
Tidaklah sulit menemukan tempat ritual pesugihan ini. Jika hendak menuju Kota Tulungagung, pasti melewati Desa Ngujang. Dan jika melewati Desa Ngujang, pasti akan mengira tempat ini adalah area lokalisasi. Sebab, selain terkenal sebagai tempat pesugihan, Desa Ngujang juga dikenal sebagai lokalisasi atau komplek tempat para pekerja seks komersial (PSK) mengais rezeki.
Sementara area pesugihan Kera berada di kompleks pemakaman umum, di sebelah selatan Sungai Brantas, tepatnya di sisi utara Desa Ngujang. Di tempat tersebut, terdapat dua makam umum di sisi kiri dan kanan. Kedua makam itu saling berhadap-hadapan dan hanya dipisah jalan raya.
Satu komplek pemakaman Pecinan atau China, satunya lagi makam Jawa. Dan di tempat inilah, tempat hidup dan berkumpulnya ratusan, bahkan ribuan monyet, atau warga sekitar biasa menyebutnya lokasi Ketekan.
"Di situ, orang-orang yang datang, biasanya meminta pesugihan," terang Duryono, warga Desa Campur Darat, Tulungagung.
Lelaki paruh baya itu menceritakan, ada tata cara khusus untuk menjalani ritual pesugihan di Ngujang. Ada perjanjian-perjanjian khusus yang harus dipenuhi sang pemuja sebagai mahar (mas kawin).
"Termasuk dia (pemuja pesugihan) harus bersedia menjadi penghuni makam Ngujang dan berkumpul bersama ketek-ketek di sana ketika ajal menjemput. Saat masih hidup-pun, si pemuja juga wajib memberi tumbal kepada makhluk gaib yang menguasai makam Ngujang."
Sementara warga sekitar, meyakini kalau ketek-ketek yang menghuni makam Ngujang, adalah perwujudan si pemuja pesugihan yang sudah meninggal, termasuk wujud tumbal yang pernah dijadikan persembahan si pemuja semasa hidupnya. Singkat kata, monyet-monyet itu adalah makhluk jadi-jadian alias jelmaan siluman. Namun populasi monyet-monyet itu tidak bertambah maupun berkurang dari dulu. Dalam bahasa ilmiah, angka kelahiran monyet itu sama dengan angka kematiannya.
Baca Juga : Seram! Kisah Seram Santet Suwo Dino dari Jawa Timur yang Bisa Membantai Satu Garis Keturunan Dalam 1000 Hari
Baca Juga : Santaung Palalai, Ilmu Hitam dari Sumatera Barat yang Dikirim Sesorang untuk Sulit Mendapatkan Jodoh
Baca Juga : Inilah Sejumlah Artis Indonesia yang Mengaku Pernah Disantet
4. Pesugihan Tuyul
Pemilik tuyul umumnya adalah orang yang ingin kaya tanpa harus kerja keras. Dipercaya Tuyul suka sekali menyusu pada wanita yang menjadi istri pemilik tuyul (atau dirinya kalau yang memelihara adalah wanita).
Wanita tersebut wajib menyusui tuyul tiap pagi hari. Mereka para tuyul ini sangat mahir menghilang dan lari cepat namun tidak mampu berubah wujud.
Ketika terlihat oleh manusia, dia akan tampak seperti wujud aslinya. Namun dia tidak bisa merubah wujud seperti jin yang lain. Dan orang yang memelihara tuyul memiliki ciri-ciri tertentu.
Pertama, jika makan malam pasti akan disisakan dan pemelihara tidak boleh mencuci tangan setelah makan karena tuyul peliharannya akan menjilatinya ketika dia tidur nanti.
Kedua, Pemelihara tuyul kerap berjalan dengan kedua tangan yang berada di pinggang belakang seolah-olah tengah menggendong sesuatu. Dia mengelilingi kompleks untuk survei lokasi rumah yang akan dijadikan sasaran.
Ketiga, pemelihara tuyul biasanya memilki banyak warna cat di rumahnya karena tuyul mempunyai karakter seperti anak-anak yaitu sangat menyukai warna-warna. Dan terakhir di kamar pemilik tuyul, terdapat banyak kembang dan sesajen untuk ritual.