Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) adalah tragedi kesehatan dan kemanusiaan. Namun pandemi akibat virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini kemudian juga menjadi tragedi ekonomi, bahkan dalam skala luar biasa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 11 Juli adalah 12.322.395 orang. Bertambah 220.067 orang (1,82%) dibandingkan sehari sebelumnya.
Ada kecenderungan yang agak mengkhawatirkan, jumlah kasus corona dalam tiga hari terakhir selalu bertambah lebih dari 200.000. Ini membuat kurva kasus yang sempat melandai jadi melengkung ke atas lagi.
Baca Juga: Waduh! Moody's Ramal Pendapatan Perusahaan RI Anjlok 50 Persen, Siap-siap Resesi?
Di India, pemerintah Kota Aurangabad di Negara Bagian Maharashtra menerapkan jam pembatasan aktivitas masyarakat. Kota tersebut menjadi basis produksi pabrikan otomotif Bajaj. Sementara Negara Bagian Uttar Pradesh menerapkan karantina wilayah (lockdown) selama akhir pekan ini.
Di AS, kasus corona kembali 'menggila'. Pada akhir pekan ini, tambahan pasien positif di Negara Bagian Alaska, Georgia, Idaho, Iowa, Louisiana, Montana, Ohio, Utah, dan Wisconsin mencatat rekor tertinggi.
Akibatnya, tambahan kasus corona di AS pun ikut tembus rekor. Pada 10 Juli, pasien positif corona tercatat 3.203.138 orang, bertambah 69.173 orang (2,21%) dibandingkan hari sebelumnya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami ketidakpastian itu. Bahkan kini risiko resesi menjadi sangat tinggi.
Pada kuartal I-2020, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 2,97%. Meski menjadi catatan terendah sejak 2001, tetapi itu bisa dicapai kala negara-negara lain mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif). Bahkan China mengalai kontraksi sampai -6,8%.
Namun pada kuartal II-2020, sepertinya Indonesia sudah tidak bisa menghindar dari kontraksi. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.
Jika pada kuartal III-2020 kontraksi kembali terjadi, maka Indonesia secara sah dan meyakinkan akan masuk jurang resesi. Pemerintah memperkirakan ekonomi pada kuartal III-2020 berada di kisaran -1% hingga 1,2%. Kemungkinan kontraksi masih ada, sehingga risiko resesi tidak bisa dikesampingkan.
Baca Juga: Susul Singapura dan Korsel, Jerman Resmi Resesi
"Secara definisi begitu (resesi). Namun kita berharap kuartal III tidak negatif," ujar Sri Mulyani.
Risiko Indonesia masuk ke jurang resesi sepertinya semakin tinggi. Pasalnya, tambah banyak saja institusi yang meramal Indonesia bakal mengalami kontraksi ekonomi dua kuartal beruntun pada 2020.
Terbaru, Moody's Investors Service, lembaga pemeringkat internasional memperkirakan pendapatan para perusahaan di Indonesia akan turun hingga 50 persen pada 2020 dibandingkan pendapatan pada 2019. Penurunan pendapatan terjadi akibat tekanan ekonomi di tengah pandemi virus corona atau covid-19.
Analis Moody's Stephanie Cheong mengatakan potensi penurunan pendapatan terjadi karena pandemi virus corona menekan permintaan konsumsi masyarakat. Selain itu, juga turut menekan harga komoditas di pasar internasional.
"Kami memperkirakan indikator keuangan melemah di 2020 sebelum akhirnya pulih secara bertahap pada 2021, meskipun pendapatan akan tetap lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya," ungkapnya dalam laporan terbaru Moody's, Kamis 30 Juli 2020.
Sumber: CNBC