Tengah ramai di publik soal foto
jenazah COVID-19 berbalut plastik. Foto diambil dan diunggah fotografer
National Geographic, Joshua Irwandi. Di akun instagramnya, @joshirwandi mengunggah
satu foto jenazah terjangkit virus corona terbungkus plastik terbaring kaku di
atas tempat tidur di ruang perawatan sebuah rumah sakit. Tidak hanya foto,
postingannya tersebut juga disertai caption atau tulisan tentang pengalaman,
perasaan, dan harapannya pada masyarakat luas lewat pesan di balik foto yang
dipotretnya tersebut.
"Memotret para korban coronavirus di Indonesia adalah fotografi yang paling memilukan, paling menakutkan yang pernah saya lakukan. Dalam pikiran saya pada saat itu saya hanya berpikir apa yang terjadi pada orang ini mungkin terjadi pada orang yang saya cintai, orang yang kita semua cintai".
"Saya telah menyaksikan secara langsung bagaimana para dokter dan perawat terus mempertaruhkan hidup mereka untuk menyelamatkan kita. Mereka adalah pahlawan sejati dari kisah ini, dan satu-satunya cara untuk menghargai pekerjaan mereka adalah mengikuti apa yang mereka sarankan kepada kita. Kami merasa sangat penting bahwa gambar ini harus dibuat. Untuk memahami dan terhubung ke dampak manusia dari virus yang merusak ini. Gambar ini diterbitkan di sini hari ini sebagai pengingat dan peringatan, akan bahaya yang terus membayangi. Untuk memberi tahu kita tentang biaya kemanusian dari coronavirus dan bagaimana dunia membiarkan masalah ini sampai sejauh ini. Ketika kita menuju gelombang kedua pandemi, orang harus menyadari bahwa mereka tidak bisa menganggap enteng masalah ini.
"Saya ingin mempersembahkan ini untuk staf medis - yang berupaya tanpa pamrihnya memungkinkan kita semua untuk terus hidup. Saya benar-benar rendah hati berada di tengah-tengah mereka melawan pandemi ini. Dan kepada almarhum Paman Felix saya, yang dua tahun sebelum dia meninggal pada awal tahun ini, mengirimi saya email: "Teruslah mengambil gambar dan jangan pernah gagal melapor agar dunia tahu apa yang sebenarnya terjadi."Silakan bagikan cerita ini dan silakan bertindak. Ini adalah pandemi seumur hidup kita. Kita harus memenangkan pertempuran ini." tulis akun @joshirwandi di akun instagramnya.
Jelas bahwa ada dua media yang digunakan oleh Joshua dalam menyampaikan pesannya, foto dan caption atau tulisan yang ditulis dalam bahasa inggris. Foto yang diposting merupakan potret jenazah berstatus terjangkit virus corona yang terbalut plastik di sebuah ruang perawatan. Foto yang begitu kuat mengesankan betapa mengerikannya COVID-19 tersebut dipertegas dengan caption yang mengarah pada pesan utama, yakni bahwa virus corona itu nyata ada, berbahaya, dan kita semua harus waspada.
Baca juga: PFI Tuding Anji BuatOpini Sepihak, Soal Foto Jasad Pasien Covid19 Terbungkus Plastik
Tanggapan Anji yang Jadi Kontroversi
Anji lewat Instagramnya @duniamanji langsung memberi
tanggapan terkait viralnya postingan Joshua tersebut di jagat media sosial.
Anji menilai ada kejanggalan dalam foto dan viralnya postingan tersebut. Namun
demikian Anji mengakui bahwa foto tersebut begitu kuat memberi kesan pada
'pembacanya'. "Foto ini terlihat powerful ya. Jenazah korban cvd. Tapi ada
beberapa kejanggalan," tulis Anji di caption foto tersebut, Senin 20 Juli
2020.
Tanggapan Anji mulai tajam mengkritik bahwa ada yang janggal dari viralnya postingan tersebut. Anji menilai bahwa foto dan postingan tersebut tidak begitu saja viral secara natural tapi memang tersetting dan terencana dengan rapih. dalam hal ini Anji sama sekali tidak menafsirkan foto dan caption postingan, tapi Anji menanggapi bahwa ada yang janggal dari pola yang terbangun hingga foto dan postingan Joshua tersebut menjadi viral.
"Tiba-tiba secara berbarengan foto ini diunggah oleh banyak akun-akun ber-follower besar, dengan caption seragam. Sebagai orang yang familiar dengan dunia digital, buat saya ini sangat tertata. Seperti ada KOL (Key Opinion Leader) lalu banyak akun berpengaruh menyebarkannya. Polanya mirip. Anak Agency atau influencer/buzzer pasti mengerti," tulis Anji.
Terkait pendapat Anji akan hal ini penulis merasa tidak ada yang salah dari tanggapan Anji. Sebagai praktisi dunia digital, sosial media tentu sah saja baginya memberi penilaian dan opini atas apa yang terjadi. Justru ada hal positif yang bisa kita ambil, bahwa dalam bersosial media kita perlu dengan cermat dan teliti, bahkan jika bisa menyikapi dengan lebih kritis. Bukankah itu hal baik?
Naah, penyataan Anji yang menjadi kontroversi dan dikecam berbagai pihak khususnya para fotografer adalah keanehannya pada sang fotografer yang bisa mendapat izin untuk mengambil gambar tersebut. Hal tersebut menjadi janggal buatnya sebab pihak keluarga saja tidak diperkenankan bertemu jenazah. "Dalam kasus kematian (yang katanya) korban cvd, keluarga saja tidak boleh menemui. Ini seorang Fotografer, malah boleh. Kalau kamu merasa ini tidak aneh, artinya mungkin saya yang aneh," tulis Anji.
Pernyataan pamungkas Anji yang menjadi kontroversi adalah sikapnya pada penggambaran tentang COVID-19 yang dinilainya terlalu berlebihan. Dirinya percaya bahwa bahwa pandemi virus Corona memang sedang terjadi. Namun Ia tidak percaya bahwa COVID-19 digambarkan dengan sangat mengerikan sekali. "Saya percaya cvd itu ada. Tapi saya tidak percaya bahwa cvd semengerikan itu. Yang mengerikan adalah hancurnya hajat hidup masyarakat kecil. EDIT : saya menulis cvd karena malas menulis covid," tutup Anji.
Mendebat Tanggapan Anji
Jelas, mengapa tanggapan Anji
menjadi kontroversi dan mendapat kecaman dari berbagai pihak. Pertama, secara
tidak langsung ada kesan Anji mengklaim bahwa viralnya postingan tersebut
adalah settingan atau sengaja
diviralkan. Disini ada kesan
bahwa apa yang dilakukan oleh Joshua Irwandi sebagai fotografer sama dengan
dengan apa yang dilakukan oleh para buzzer yang sedang mengkampanyekan sesuatu.
Tidak terima akan kesan tersebut organisasi profesi Pewarta Foto Indonesia (PFI) memberi tanggapan dan sikap. PFI mengecam tanggapan Anji yang seolah menyamakan profesi kerja jurnalistik pewarta foto dengan buzzer. "Kami berharap agar tidak lagi ada yang membandingkan kerja jurnalistik pewarta foto dengan buzzer, influencer, Youtuber, Vlogger, dan sejenisnya. Karena kerja jurnalistik dilandasi oleh fakta yang ada di lapangan, memiliki kode etik yang jelas, dan dilindungi oleh undang-undang," kata kata Ketua PFI Pusat Reno Esnir, Senin 20 Juli 2020.
Kedua, adanya kesan bahwa Anji tidak setuju akan viralnya pesan di balik foto tersebut. Padahal pesan di balik foto tersebut memuat kesan yang kuat agar kita percaya bahwa COVID-19 itu ada, berbahaya, dan kita semua harus waspada. Dan lewat tanggapannya, Anji terkesan menentang pesan tersebut. Jubir gugus tugas penanganan virus corona Achmad Yurianto pun ikut angkat bicara. Yuri menyatakan bahwa publik sudah mengerti bahwa COVID-19 adalah penyakit berbahaya. Dan apa yang dilakukan Anji tidak perlu ditanggapi berlebihan. "Biar saja. Apakah 2 juta followernya kanak-kanak yang enggak punya pertimbangan rasional? "Sakit itu pilihan. Makin dikomentari makin besar kepala," kata Yuri di Jakarta, Senin 20 Juli 2020.
Baca juga: Kebenaran Foto JenazahCOVID-19 Berbalut Plastik yang Viral di Media Sosial
Kebenaran Foto yang Dipertanyakan
Namun demikian, terlepas dari
berbagai perdebatannya
mungkin Anji ada benarnya dalam hal bahwa ada kejanggalan dalam hal izin
pemotretan. Maka yang kemudian harus dikejar adalah mengkonfirmasi kebenaran
foto tersebut. Sebab, terlepas dari pesan yang ingin disampaikan di balik foto
yang viral itu tentunya ada protokol yang telah ditetapkan. Dalam konteks ini,
protokol tersebut seolah dilenturkan untuk tujuan tertentu.
Terkait hal tersebut PFI telah menghubungi sang fotografer, Joshua Irwandi terkait prosedur pengambilan foto tersebut. Mengutip pernyataan Joshua, PFI meyakini bahwa apa yang dilakukan Joshua tidaklah melanggar aturan protokol dan telah melalui prosedur perizinan.
"PFI Pusat telah menghubungi Joshua Irwandi terkait foto tersebut untuk memastikan keabsahan dari karya jurnalistiknya yang viral itu. Dari hasil diskusi tersebut, Joshua telah mematuhi kode etik jurnalistik, mematuhi prosedur perizinan, dan mengikuti segala macam protokol kesehatan yang diwajibkan oleh pihak rumah sakit," kata Ketua PFI Pusat Reno Esnir, Senin 20 Juli 2020.
Namun di pihak lain, juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, dr Achmad Yurianto tidak membenarkan hal tersebut. Menurutnya jika hal tersebut benar terjadi, yakni memotret jasad terjangkit virus corona maka hal tersebut jelas melanggar prosedur yang ada.
"Apakah bisa dijelaskan foto itu diambil di RS apa? Kita perlu melakukan pembinaan juga. Jika memang ini yang terjadi maka kesalahan prosedur telah dilakukan RS termasuk menyebarluaskan foto," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, dr Achmad Yurianto, Senin 20 juli 2020.
Yuri justru meragukan kebenaran foto tersebut. Menurutnya ada beberapa hal yang jelas tidak sesuai dengan protokol penanganan jenazah COVID-19, seperti jenazah tidak dibungkus plastik serapat itu ketika masih berada di ruang perawatan. "Coba lihat foto baik-baik. Apakah ada kamar jenazah pakai kasur, ada TV dan ada tensimeter di dindingnya? Apakah ada prosedur seperti itu? Apakah jenazah dimandikan di kamar perawatan? Dibungkus plastik biar tidak ada cairan yang tercecer sebelum (jenazah) dimandikan," ujar Yuri.