Ditengah pandemi virus corona Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf meminta pemerintah membuat perhitungan cermat dan hati-hati sebelum memutuskan kembali membuka sekolah untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka saat pandemi covid-19 belum berakhir. Hal tersebut demi memastikan keamanan dan keselamatan peserta didik.
“Jadi pandemi covid-19 belum berakhir, PSBB belum diangkat, jangan coba-coba. Jika ada daerah yang memang sudah zona hijau maka itu bisa dibuka dengan uji coba dengan simulasi,” kata dia, kepada wartawan, Selasa 2 Juni 2020.
Namun tak hanya itu saja pasalya ia juga mengatakan bahwa tidak semua daerah dan sekolah mempunya kemampuan yang sama dalam menerapkan protokol kesehatan dalam proses belajar dan mengajar. Selain itu, bervariasinya tingkat ketersediaan fasilitas maupun alat kesehatan untuk menangani Covid-19 juga mesti dipertimbangkan.
Baca Juga: Jokowi Ungkapkan Belum Putuskan Buka Sekolah di Tengah Pandemi
“Tidak semua sekolah semua daerah yang paham protokol kesehatan maupun memiliki sarana prasarana untuk menjaga fasilitas-fasilitas tersebut. Tidak ada rapid test, sarana kebersihan. Kita juga belum tahu apakah orang tua paham atau tidak membawa anaknya," ujar dia.
Jangan sampai dibukanya sekolah-sekolah justru akan mendatangkan gelombang kedua serangan Covid-19. Seperti yang terjadi di negara- tetangga yang melakukan pelonggaran kebijakan terkait kegiatan masyarakat.
Dia pun menyampaikan ada kabar bahwa sekolah belum akan dibuka pada Juli ini. Bahkan menurut Mendikbud Nadiem Makarim, kegiatan belajar mengajar secara daring akan terus berlangsung hingga akhir tahun.
“Katanya presiden memutuskan bahwa sampai akhir tahun. Mendikbud juga mengatakan tidak ada pembukaan bulan Juli, semua berjalan daring sampai akhir Desember. Ini kan semua masih simpang siur karena belum diputuskan juga dengan kita,” kata dia.
“Menurut saya apapun keputusan yang menyangkut kebijakan publik, perlu, minimal kita masih reses ini, konsultasi dengan DPR. Sehingga kita bisa juga mengatakan bahwa oke kita menyetujui, kita sepakat dengan catatan apa pun namanya itu sudah keputusan yang sifatnya bersama. Kalau darurat minimal kasih tahu kita,” lanjutnya.
Namun tak ahnay itu saja pasalnya ia juga mengatakan bahwa program-program tersebut dia sebut dengan crash program untuk mendukung sektor pendidikan selama pandemi covid-19. “Crash program itu, program cepat yang beda dari biasanya, Dibuat hanya untuk menghadapi kondisi ini,” terang dia.
Program pertama, kata dia, yakni menyediakan kuota internet gratis bagi sarana pendidikan, bagi guru dan siswa sehingga proses belajar mengajar daring tidak malah membebani orang tua. Sebab patut diakui, tidak semua orang tua murid mampu secara ekonomi untuk terus membeli kuota internet.
“Kuota itu buat guru dan murid dan hanya bisa membuka aplikasi atau web tertentu saja. Jadi itu bisa kerja sama dengan provider,” ungkapnya.
Siapkan Program Ajar
Tak sampai di situ saja bahkan seharusnya pemerintah juga perlu menyiapkan satu program ajar yang disepakati dan diterapkan oleh semua sekolah. Hal ini untuk mengantisipasi kesenjangan materi ajar. Juga untuk memberikan panduan kepada sekolah terkait penyampaian bahan ajar kepada siswa.
Baca Juga: Sambut New Normal Pemprov DKI Belum Siapkan Skema untuk Sekolah
“Kedua, harus dibuat segera crash program materi yang mau diberikan. Tidak bisa semua materi. Anak saya ini sekarang udah bengkak belajar tiap hari sampai pagi, dijejali. Ini tidak boleh juga. Jangan memaksakan (bahan ajar) satu semester di pool dalam 2-3 bulan ini,” tegas Dede.
“Ada sekolah yang gurunya asal kasih tugas. ada yang gurunya bahkan tidak terlibat sama sekali. Suruh bikin kelompok diskusi saja terus dia tidak mengawasi. Ini nanti malah membuat tidak sinkronnya semua jenis proses belajar mengajar. Jadi harus ada bentukan program yang disepakati bersama dalam kondisi seperti ini,” lanjut dia.
Ia juga mengatakan bahwa “Ketiga, infrastruktur. Bisa tidak pemerintah bersama kementerian lain seperti Kominfo membuat jaringan-jaringan lebih mudah dijangkau. Misalnya belum ada, ya segera bikin,” papar dia.
“Tapi untuk daerah-daerah yang memang tidak ada sarana prasarana sama sekali dan ternyata daerahnya zona hijau, ya harus ada pendekatan lain. Dengan simulasi, bertahap tidak semuanya masuk, protokol kesehatan dijaga. Karena masih banyak daerah yang boleh dikatakan sebetulnya tidak ada penyebaran. Praktis kecil sekali penyebaran di dalam situ,” tandas dia.