Lagenda Batu Basaluh di Kalimantan Tengah (Kalteng) hampir persis dengan Legenda Malin Kundang yang berkisah tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya dan karena itu dikutuk menjadi batu. Sebentuk batu di pantai Air Manis, Padang, konon merupakan sisa-sisa kapal Malin Kundang. Malin Kundang adalah kaba yang berasal dari Provinsi Sumatra Barat, Indonesia.
Lagenda Batu Basaluh yang berada di Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia, tepatnya di Sungai Tanginin, Kecamatan Jabiren Raya, konon sejak ratusan tahun yang lalu ada seorang manusia yang berubah menjadi batu yakni seorang nenek dan cucunya, saat mencari ikan di Sungai Tanginin.
Peristiwa di Sungai Tanginin itu masih melekat hingga sekarang di masyarakat Kecamatan Jabiren Raya, meski peristiwa itu sudah terjadi pada ratusan tahun. Sejak dahulu, menurut warga setempat, ada beberapa penduduk yang mendiami Sungai Tanginin, dimana sebelum terbentuknya Desa Jabiren sekarang ini.
Berdasarkan cerita dari masyarakat, ada seorang nenek dan cucunya yang saat itu sedang mencari ikan, tepatnya di Sungai Tanginin, dan kegiatan mencari ikan ini merupakan hal rutin yang dilakukan nenek untuk kebutuhan makan sehari-hari mereka. Pada jaman dahulu masyarakat mencari ikan dengan mengunakan sauk / tanguk (terbuat dari rotan).
Karena digigit oleh ngegat itu, seketika Nenek mengeluarkan sumpah serapah (kata-kata yang tidak layak) dan seketika itu juga hari menjadi mendung, di iringi petir dan guntur yang mengelegar.
Merasa cuaca yang seketika itu menjadi sedikit gelap, nenek dan cucunya langsung menutupkan kepalanya dengan sauk/ tanguk, dan dengan seketika itu juga keduanya berubah menjadi Batu.
Dikutip dari borneo24.com, Salah satu tokoh masyarakat bernama Maung Matseman membenarkan kejadian itu. Dikatakan Maung Matseman waktu kejadian itu, masyarakat sempat geger dan mencari kedua nenek dan cucu yang hilang.
”Saat hebohnya masyarakat mencari hilangnya nenek dan cucunya itu, nah malam itu ada keluarga yang bermimpi, bahwa keduanya basaluh (berubah) menjadi batu, dan lewat petunjuk mimpi itu warga menemukan kedua batu itu,” beber Matseman menceritakan.
Kedua batu itu, kata Matseman, satu batu berbentuk sebesar tanguk/sauk dan satunya batu berbentuk kecil. Anehnya, kedua batu itu bisa berpindah tempat, kadang batu itu bisa di sungai dan kadang juga bisa berada diatas tanah.
Mirisnya, Batu Basaluh itu, kini hanya tingggal satu saja, yakni batu besar, karena dikabarkan batu yang ukuran kecil ( cucu) diambil oleh pihak keluarganya, dan dibawa kedaerah lain.
Dan untuk diketahui, berdasarkan cerita masyarakat setempat, dimana ada rencana oleh beberapa warga dan juriat keluarga korban yang mau memindahkan (mengambil batu) tiba-tiba saja datang petir dan guntur, sehinga rencana untuk memindahkam batu itu sampai sekarang tidak ada yang mampu.
”Niat untuk memindah batu yang besar (neneknya) urung dilakukan dan yang sempat diambil itu cuma batu kecil (cucunya) dan sampai sekarang Batu Basaluh masih tinggal satu di Sungai Tanginin dan untuk sisilah juriatnya sampai sekarang masih ada di Jabiren,” beber Maung Matseman.
Baca Juga: Ini Bocoran Peta Baru Game PUBG
Cerita Batu Basaluh itu, sempat viral dan jadi perbincangan hangat di media sosial, sejak di jadikan sebagai objek destinasi Wisata. Namun, sayangnya, untuk menuju lokasi tempat kejadian Batu Basaluh itu masih sulit. Masyarakat atau pengunjung harus menggunakan perahu melalui jalur sungai, karena belum adanya akses yang disediakan.