Akibat situasi virus corona (Covid-19) ekonomi masyarakat terpukul, apalagi menjelang Lebaran saat kebutuhan meningkat berlipat. Meski ekonomi masyarakat sedang terpuruk, bukan jadi penghalang bagi emak-emak di Sumatera Barat, untuk menghidangkan rendang saat lebaran.
Emak-emak tersebut bahkan sibuk marandang menjelang H-2 Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah. Marandang memang tradisi masyarakat Minangkabau menyambut Lebaran.
Meski dalam kondisi pandemi, emak-emak di kampung tersebut tetap suka cita menyambut hari raya. Pasalnya mereka tak lagi memikirkan uang pembeli daging sapi, yang menjadi bahan utama memasak makanan terlezat di dunia ini.
Baca Juga : Menjunjung Duli, Tradisi Ratusan Tahun Kesultanan Deli Saat Idul Fitri
Kebiasaan ibu-ibu di sana setiap tahun menggelar julo-julo daging. Julo-julo daging sebetulnya merupakan langkah antisipasi terhadap mahalnya harga daging menjelang Lebaran.
Konsep julo-julo daging ini cukup sederhana, yakni setelah Lebaran julo-julo langsung dibuka dengan kesepakatan berapa jumlah uang yang akan dikumpulkan. Untuk Lebaran kali ini misalnya, peserta julo-julo lainnya hampir satu tahun terakhir mengumpulkan Rp270 ribu per orang, batasnya 15 hari jelang Lebaran.
Uang julo-julo bisa dicicil per minggu dengan begitu tidak terasa berat. Setelah terkumpul, panitia akan membeli seekor sapi atau kerbau lalu memotongnya pada H-3 Lebaran. Satu ekor sapi itu nantinya dibagi ke peserta julo-julo.
Baca Juga : Karas karas, Kue Khas Melayu dari Asahan Dan Batu Bara
Dengan uang Rp270 ribu yang dikumpulkan hampir satu tahun itu, emak-emak mendapat sekitar tiga kilogram daging untuk rendang, kemudian ada tambahan daging yang bisa dimasak sup.
Konsep julo-julo ini cukup meringankan masyarakat, agar tidak membeli daging dengan harga yang naik setiap lebaran. Pada tahun ini misalnya, harga daging sapi di pasar tradisional mencapai Rp130 ribu per kilogram.