Wabah virus corona yang mengguncang telah menunjukan betapa rapuhnya sektor kesehatan Indonesia. Bahkan tidak hanya Indonesia, negara sekelas Amerika Serikat maupun China hingga saat ini belum mampu menemukan vaksinnya. Maka pandemi covid-19 ini harus menjadi momentum bagi semua pihak untuk menyusun Masterplan Kemandirian Industri Farmasi.
Belum lama ini Presiden Joko Widodo pun sempat menyoroti sektor kesehatan Indonesia terutama di bidang farmasi. Presiden kembali menegaskan agar pengelolaan sumber dalam negeri dikeloa dengan baik. 94 persen bahan baku obat-obatan dalam negeri masih tergantung dari impor. Bahkan alat kesehatan, rasio tenaga medis dan fasilitas pelayanan kesehatan yang belum memadai masih belm memadai.
Sekjen Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT) Bambang J Poernomo pun ikut menyoroti persoalan yang menyakut ketehanan kesehatan ini. Menurutnya wabah covi-19 telah menyadarkan kita semua akan rapuhnya ketahanan kesehatan Indonesia. Hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. menurutnya apa yang disampaikan Presiden Jokowi harus menjadi perhatian semua pihak, yakni pemerintah, korporasi dan akademisi (perguruan tinggi).
“Apa yang disampaikan Presiden Jokowi mengenai industri kesehatan terutama farmasi, hendaknya menjadi pelecut agar kita benar-benar concern terhadap potensi sumber daya dalam negeri. Pandemi Covid-19 ini memaksa kita untuk sigap dalam segala hal, terutama ketersediaan obat-obatan, alkes, fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga medis yang mumpuni,” papar Bambang.
Menurut Bambang butuh pasrtisipasi banyak pihak agar apa yang disampaiakn Presiden bisa terealisasi dengan baik. Apa yang disebutnya sebagai "Triple Helix" penting untuk saling bersinergi mewujudkan hal tersebut.
"Butuh partisipasi menyeluruh dari pihak-pihak terkait terutama keterlibatan triple helix untuk mengurai benang basah di sektor ini. Sinergi "Triple Helix" ini harus di optimalkan. Hal ini, tentu saja tidak dapat terlepas dari pentingnya menjaga ketahanan industri farmasi yang merupakan salah satu pilar penting pembangunan kesehatan nasional,” imbuhnya.
Sementara menurut Koordinator Kompartemen Kesehatan KAPT, Audrey Clarissa memaparkan bahwa kemandirian industri kesehatan juga tak lepas dari Research and Development (riset dan pengembangan). Maka keterlibatan perguruan tinggi menjadi hal yang sangat penting. Hal ini guna menghasilkan produk riset yang dapat memperkuat daya saing bangsa.
“Peneliti di tingkat perguruan tinggi bisa berperan untuk mendorong kemampuan daya saing bangsa dalam bidang industri kesehatan. Salah satunya dengan menghasilkan produk riset yang bermanfaat bagi masyarakat dan potensial untuk dihilirisasi ke industri,”
“Tak hanya itu, perlu mendorong partisipasi perguruan tinggi dalam hal inovasi dan teknologi industri kita yang masih sangat rendah,” katanya.
Audrey menilai partisipasi perguruan tinggi harus terus dikuatkan dalam riset dan pengembangannya melalui dukungan kementerian terkait. Sehingga nantinya hasil riset dan pengembangan tersebut dapat dimanfaatkan dalam mengantisipasi kejadian ke depan nanti.
“Keterlibatan perguruan tinggi selama fase riset dan pengembangan harus terus dikuatkan melalui dukungan instansi terkait, jadi dalam situasi pandemik berikutnya mereka bisa manfaatkan hasil riset tersebut untuk melakukan modifikasi sesuatu. Contoh modifikasi yang dimaksud seperti di Taiwan. Masa kondisi pandemi Covid-19 ini secara confidential tim perguruan tinggi sudah langsung bisa mengembangkan pembuatan bahan baku Remdesivir,” papar Audrey.
“Mereka berupaya mendapatkan obat paten, namun jika tak dapat mereka bisa membuat sendiri. Tapi itu pun tak serta merta langsung dibuat karena mereka juga menghargai intelectual property sehingga Taiwan selalu dapat Remdesivir hingga saat ini. Tapi tim perguruan tinggi sendiri siap kalau sampai ada apa-apa, sehinga tidak bergantung dengan luar negeri,” imbuhnya.
Audrey menambahkan dalam rangka pelaksanaan strategi riset dan pengembangan, diperlukan dukungan penuh semua pihak untuk membawa hasil-hasil riset menjadi inovasi. Selanjutnya, inovasi tersebut harus bisa dikembangkan menjadi bisnis-bisnis baru atau membantu industri kesehatan dan industri lain nasional dalam meningkatkan daya saing.
"Inovasi tidak dilaksanakan sendiri-sendiri, akan tetapi harus dilakukan melalui sinergi antara semua stakeholders nasional antara lain pemerintah, korporasi dan akademisi perguruan tinggi atau biasa disebut Triple-Helix," kata dia.