Legenda Dibalik Tradisi Telingaan Aruu Suku Dayak Kayaan

Legenda Dibalik Tradisi Telingaan Aruu Suku Dayak Kayaan

Dedi Sutiadi
2020-05-03 23:19:22
Legenda Dibalik Tradisi Telingaan Aruu Suku Dayak Kayaan
tradisi Telingaan Aruu Suku Dayak. (Foto: Istimewa)

Ternyata ada leganda dibalik tradisi Telingaan Aruu Suku Dayak Kayaan. Bukan sekedar tradisi tapi prilaku turun temurun ini ternyata melegenda sebagai alat komonukiasi jarak jauh. 

Telingaan Aruumerupakan tradisi memanjangkan daun telinga yang telah terjadi secara tirun-termun bagi Masyarakat Dayak Kayaan di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. 

Namun ternyata tradisi ini tidak hanya ada pada Suku Dayak Kayaan. Sub-suku Dayak lainnya yang melakukan tradisi ini antara lain Dayak Kenyah, Dayak Bahau, Dayak Penan, Dayak Kelabit, Dayak Sa’ban, Dayak Taman, dan Dayak Punan.

Legenda terkait anting (hisang) pada telinga’ aruu’. Dalam legenda Lung Uma’ Awe dan Idaa’ Beraan dikisahkan, hisang pada telinga’ aruu’ biasa digunakan para pria Dayak pada masa mengayau dulu sebagai alat komunikasi jarak jauh untuk memberi tahu bahwa si pemilik hisang dalam situasi terjepit di medan peperangan.

Untuk bisa dijadikan sebagai komunikasi jarak jauh, hisang diberi mantra dan darah manusia hasil kayau terlebih dahulu. Setelah diberi mantra dan darah, hisang itu akan terbang sendiri ke keluarga pemilik hisang untuk memberitahukan bahwa si pemilik hisang dalam bahaya.

Selain sebagai alat komunikasi jarak jauh, tradisi ini juga dipakai untuk menunjukan kelas sosial pelakunya. Untuk laki-laki, pemanjangan telinga dilakukan untuk menunjukkan kelas kebangsawanannya. Pada perempuan, selain untuk menunjukkan kelas sosial, juga untuk mempercantik penampilan. 

Semakin panjang telinga seorang gadis, semakin cantik dirinya. Karena aspek estetik ini, dibanding kaum lelakinya, kaum perempuan Dayak yang lebih banyak memanjangkan telinganya.

Namun penggunaan telinga’ aruu’ sudah memudar di kalangan masyarakat Dayak Kayaan. Perubahan zaman membuat perspektif terhadap telinga’ aruu’ berubah. Pada 1950-an banyak perempuan memotong telinganya karena malu. Mereka menganggap bertelinga panjang sudah ketinggalan zaman atau kuno. Meski sudah ditinggalkan di tempat asalnya, seni memanjangkan telinga ini justru menjadi inspirasi bagi penggemar seni tindik di seluruh dunia.


Share :

HEADLINE  

Kaesang Optimis PSI Tembus Senayan Minta Kader Kawal Real Count

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 17, 2024 09:44:02


Hasil Real Count KPU Sulawesi Tengah: Suara PSI Tembus 4,17%

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 21:11:41


Pemuka Agama Himbau Semua Terima Hasil Pemilu, Saatnya Rekonsiliasi

 by Andrico Rafly Fadjarianto

February 16, 2024 13:44:30