Mikran merupakan tradisi warga Banten khususnya masyarakat serang selama bulan Ramadan. Mikran adalah kegiatan membaca Al Qur’an setiap bulan Ramadan.
Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Al Fathaniyah Kota Serang, Kyai Matin Syarkowi, istilah mikran diambil dari kata qoro’a yang artinya membaca. Kaitan dengan istilah mikran, kata dia, hanya ada di bulan Ramadan.
Kata lain dari mikran, sambung Matin, yaitu tadarus. Namun kata tadarus lebih umum, artinya dilakukan pada hari-hari biasa, namun memiliki makna sama yaitu membaca Al Quran. Kalau tadarus tidak dikhususkan dalam bulan-bulan tertentu.
“Kalau mikran khusus di bulan Ramadan dan dilakukan di masjid atau musala, ada yang menggunakan pengeras suara ada yang tidak,” katanya kepada wartawan di Kota Serang, Kamis 30 April 2020).
Matin melanjutkan istilah mikran itu masuk tradisi bulan puasa bagi masyarakat muslim di Serang, Banten. “Tujuannya sebagai wirid bulan puasa. Menggunakan pengeras suara boleh saja, tapi juga harus memperhatikan lingkungan,” imbuhnya.
Matin menyebut, adanya mikran akan menghidupkan suasana bulan Ramadan bagi masyarakat muslim, Mikran sudah menjadi tradisi turun temurun masyarakat muslim di Serang, Banten.
“Mikran itu budaya yang sudah melekat pada msyarakat Serang, terlepas mau menggunakan pengeras suara atau tidak,” jelasnya.
Berkaitan dengan menggunakan pengerasa suara, menurut Matin, bukan sebagai sebuah syiar Islam, Hanya saja sebagai motivasi bagi individu yang menjalankan mikran. “Yang menggunakan pengeras suara itu bagi yang sudah fasih membaca Al Quran,” paparnya.
Dengan adanya pandemi covid-19, menurut Kyai Matin, tidak lantas tradisi mikran menjadi hilang. Bahkan mestinya dilestarikan. Sebab menurutnya, mikran dilakukan 2 atau 3 orang di masjid atau musala dengan tetap menjalankan sosial distancing atau physical distancing.
“Sehingga suasana bulan puasa tetap terasa. Mikran itu tidak mengumpulkan orang banyak. Dilakukan warga sekitar, bukan orang luar, kami pikir jangan sampai ditinggalkan,” harapnya.