Kisah inspirasi datang dari wanita desa bernama Mumpuni Handayayekti dari daerah ngapak yang berprofesi sebagai pendakwah. Berdakwah dari kampung ke kampung hingga sampai ke Hongkong.
“Sebenernya gini, ada pepatah yang agak kasar tapi masuk akal. Ternyata, berjuang itu kayak (maaf) orang PUP, ibarat orang buang tiap hari ngeden, yang perlu digontoraja dan hasilnya tidak usah kita pamerkan,” kata Ustadzah Mumpuni Handayayekti.
Berawal ketika dirinya merasa bahwa dia lahir dari keluarga yang tidak mampu dan ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik lagi. Ketika dia melihat peluh kesah sang ayah yang bekerja keras untuknya dan dirinya juga sempat menjadi tukang jualan es keliling.
“Keluarga yang berangkat bukan dari keluarga santri, bapak saya bukan kyai dan ibu saya juga hanya ibu rumah tangga...lalu saya belajar kendel, berani ngomong depan orang dan dari situ kita mulai komunikasi sama orang,” ujar Ustadzah Mumpuni.
Mumpuni dulu sempat menjadi da’i cilik yang menjadi pengumpul massa kampanye seorang calon bupati cilacap. Dan dari situlah, mulai dikenal dikalangan masyarakat setempat.
“Dari usia 8 tahun, kelas 3 SD itu kita udah mulai ceramah. Cuman paling berapa orang, acara-acara yasinan ibu-ibu jama’ah,” jelasnya.
Dengan jeripayahnya dan pengorbanan waktu kecilnya disertai doa dari orang tua, dirinya sekarang bisa berdakwah hingga ke Hongkong. Dan dirinya bisa membanggakan ibu dan ayahnya.
“Dulu saya kehilangan masa kanak-kanak (masa kecil) dan sekaranglah saya balas dendam. Dan sekarang mainya gak sembarangan, ke Taiwan dan paling banyak ke Hongkong,” pangkasnya.
