Kepala Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Anang Zubaidy mengkritik keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ia mengatakan DPR terlalu mengotot dengan keputusan menyepakati RUU omnibus law di tengah pandemic Covid-19. Ia juga menilai jika DPR bersikap nir-empatik dengan upaya pemerintah melakukan pencegahan penyebaran Covid-19.
"Kengototan ini layak dipertanyakan mengingat upaya penanggulangan bencana COVID-19 yang saat ini dilakukan masih menemui banyak problem baik dari sisi regulasi hingga implementasi (pola koordinasi, transparansi, dan konsistensi kebijakan)," kata Kepala Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Anang Zubaidy dalam keterangan tertulis, Jumat 3 April 2020.
Baca juga: Ratusan Massa Aksi di DPRD Sumut Tolak UU Omnibus LAW
"Pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU revisi UU Minerba di tengah wabah pandemic COVID-19 oleh DPR menunjukkan sikap nir-empatik dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan perluasan penyebaran COVID-19 melalui pembatasan sosial berskala besar," jelasnya.
Di sisi yang sama, peneliti Pusako Charles Simabura kepada juga mengkritik pedas dengan myebut DPR menari di atas penderitaan korban COVID-19. Ia juga mengatakan jika DPR terburu-buru untuk membahas omnibus law ini.
"DPR menari di atas penderitaan korban COVID-19," kata, Jumat 3 April 2020
"DPR terlihat terburu-buru membahas dan hendak mengesahkan tiga paket Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law Cipta Kerja, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Pemasyarakatan (Pas). Padahal sebelumnya pemerintahan Presiden Joko Widodo menerbitkan paket peraturan dan kebijakan yang menghendaki seluruh institusi dan anggaran negara difokuskan menghadapi ancaman wabah COVID-19," papar mahasiswa program doktor FH UI itu.